Tuesday, July 22, 2008

Relasi PMKRI dan Hierarki Gereja

Perubahan dan dinamika kemasyarakatan dalam skala yang lebih besar pasti berdampak secara signifikan terhadap relasi PMKRI dengan hierarki gereja. PMKRI sebagai ujung tombak gereja Katolik pada wilayah sosial-kemasyarakatan, dalam kurun waktu perjalanannya selalu terlibat menangani dalam persoalan kemasyarakatan kontemporer yang terjadi. Relasi yang terjadi ditentukan juga oleh kondisi internal gereja. Pertautan kondisi internal gereja dengan segala dinamikanya dengan kondisi eksternal inilah yang menentukan jenis dan model relasi yang dibangun PMKRI dengan hierarki gereja.

PMKRI lahir di Yogyakarta 25 Mei 1947 saat segenap komponen bangsa sedang mempertahankan kemerdekaan yang akan direbut kembali oleh pihak sekutu. Gereja Katolik merasa penting untuk terlibat secara aktif dalam perjuangan dan karenanya dibutuhkan instrumen. Khusus untuk mahasiswa Katolik alat perjuangan yang dibentuk yaitu PMKRI (Persatuan lalu menjadi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia). Kelahiran PMKRI di Yogyakarta dibidani oleh hierarki gereja dan awam Katolik. Peristiwa ini menunjukkan bahwa hubungan akrab dan sinergis awam Katolik dan hirrarki sedari awal menjadi modal utama perjalanan PMKRI.

Perspektif Sejarah
Ada tiga fase periodisasi yang secara simplistis dapat digunakan untuk mencermati relasi PMKRI dan hierarki gereja serta dampak yang menyertainya. Periode pertama dari awal kelahiran sampai sebelum Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) 1965, tahap kedua dari pasca Gestapu sampai sebelum 21 Mei 1998, dan fase ketiga dari pasca 21 Mei 1998 hingga kini. Ketiga fase ini menyajikan perbedaan karakter, model, dan akibat dari relasi yang terjadi.

Fase pertama menunjukkan relasi ideal PMKRI dan hierarki gereja yang pernah terjadi. Hierarki gereja bersama awam Katolik menjadi bagian penting untuk menyiapkan anggota PMKRI menjadi garam dan terang. Karakter relasi pada periode ini cenderung sinergis-individual atau menonjolkan kemampuan pribadi-pribadi karena ditunjang dengan anggota yang masih sedikit. Model relasi yang dibangun bercorak organisatoris sekaligus personal baik secara formal atau informal. Kiprah organisasi dan kemampuan pribadi kader PMKRI tidak hanya ditentukan oleh kemampuan sang kader tetapi melibatkan peran aktif hierarki gereja.

Hierarki berperan penting untuk menyuplai aspek finansial, jaringan, spiritual, dan berdialektika dalam pemikiran. Peran hierarki dalam aspek-aspek tersebut secara substansial membantu kader PMKRI ketika itu menjadi kader paripurna. Kader PMKRI memiliki pemikiran yang memadai, keterampilan kepemimpinan yang handal, dan moral spiritual yang tangguh. Relasi fase ini menghasilkan individu-individu yang menonjol di bidang pilihannya masing-masing.

Fase kedua memiliki corak hubungan yang bervariasi. Pasca Gestapu, kelompok Katolik masuk dalam mainstream gerakan untuk menegakkan Pancasila, gerakan yang menolak paham dan gerakan politik komunis. Karakter dan model relasi yang dikembangkan masih seperti fase pertama dengan koordinasi yang lebih ketat. Ketika Orde Baru lahir, sebagian awam Katolik masuk ke struktur negara secara langsung atau tidak langsung menentukan dan mempengaruhi kebijakan negara. Realitas tersebut melahirkan implikasi baru bagi karakter, model dan akibat relasi hierarki gereja dan PMKRI. Kondisi demikian tercermin mulai paruh kedua tujuh puluhan dan berlangsung hingga tahun 1998.

Karakter relasi yang dibangun cenderung kritis-organisatoris tetapi faktanya berlangsung dalam keterputusan hubungan. Lingkungan eksternal yang berubah mempengaruhi situasi internal gereja. Hierarki dan PMKRI mulai mengambil sikap kritis satu sama lain. Hierarki mengambil jarak terhadap kaderisasi PMKRI demikian pula sebaliknya PMKRI menarik diri dari wilayah gereja. Hierarki gereja merasa PMKRI sudah bisa berjalan sendiri bahkan sulit dikendalikan dan PMKRI berpendapat peran hierarki gereja yang lalu dipandang sebagai intervensi sudah semestinya dikurangi. Model relasi yang dibangun bersifat organisatoris dan lambat laun mengurangi peran individu kader PMKRI. Pada fase tersebut tidak banyak menghasilkan kader PMKRI yang menonjol secara individu, baik yang pernah menduduki jabatan puncak di PMKRI atau pengurus atau anggota biasa.

Fase ketiga memperlihatkan pencarian format baru relasi hierarki gereja dan PMKRI. Perubahan lingkungan eksternal, demokratisasi beragam bidang kehidupan, berpengaruh positif terhadap relasi yang tengah dalam proses menjadi. Kedua pihak menyadari, relasi ideal hanya akan terjadi jika ada keterbukaan untuk menerima kekurangan masing-masing sekaligus kelebihannya. Hierarki gereja butuh PMKRI sebagai sayap kemasyarakatan gereja dan PMKRI butuh hierarki gereja sebagai kontributor spiritual dan jaringan.

Karakter dan model relasi yang dibangun masih dalam tahap penjajakan dengan kecenderungan kembali ke pola fase pertama. Kesadaran ini muncul karena konsekuensi yang harus ditanggung oleh gereja akibat relasi tidak mesra antara PMKRI dan hierarki gereja pada paruh kedua, yakni 1970-an hingga 1998 membuat respon gereja terhadap dinamika kemasyarakatan relatif melemah. Kader PMKRI tidak banyak yang menonjol dalam bidang kemasyarakatan akibat relasi negatif yang dibangun. Fase 1998 hingga saat ini relasi PMKRI dan hierarki gereja dalam proses menjadi, dengan kemungkinan kembali ke fase awal dengan modifikasi sesuai konteks jamannya.

Kontekstualisasi Relasi
Kondisi lingkungan eksternal gereja baik dalam skala nasional atau internasional penuh tantangan. Hal ini membutuhkan relasi positif yang sinergis antara PMKRI dan hierarki untuk secara bersama dapat menghadapi tantangan yang dihadapi gereja. Model relasi yang dibangun menempatkan kedua pihak sebagai subyek yang saling mempengaruhi dan membantu. Secara lebih konkret relasi yang dibangun bersifat organisatoris dan personal, sinergis, dan partisipatif.
Relasi yang dibangun mesti bersifat organisatoris sekaligus bersifat personal. PMKRI dan hierarki gereja, baik sebagai individu atau organisasi, merupakan bagian dari gereja. Secara organisasi, relasi yang dibangun memberikan “suasana” bagi kinerja kedua pihak baik dalam menjawab kebutuhan internal gereja atau dinamika kemasyarakatan. Individu hierarki gereja dan kader PMKRI merupakan subyek kunci relasi yang dibangun. Relasi keduanya dalam aspek pemikiran, spiritual, dan jaringan merupakan potensi besar untuk merespon tantangan gereja. Kader PMKRI mendapatkan “amunisi” untuk bekerja maksimal memenuhi visi-misinya.

Relasi sinergis menjadi syarat kunci untuk menghadapi perubahan jaman yang sulit ditebak arah dan orientasinya. Keterpaduan gerakan antara hierarki gereja dan PMKRI membuat keduanya, terutama PMKRI, dapat kembali menunjukkan kemampuannya dalam menjawab tantangan jaman. Transisi demokrasi Indonesia memberikan kesempatan berharga buat segenap komponen bangsa, termasuk kelompok Katolik, untuk menorehkan konstruksi kebangsaan-kenegaraan. Wilayah kerja kemasyarakatan gereja melalui sayap politiknya, PMKRI, berfungsi untuk mengisi perubahan yang diinginkan. Saling support antara keduanya membuat peran kemasyarakatan umat Katolik menjadi lebih nyata di masyararakat.

Relasi yang dibangun butuh partisipasi konkret, baik finansial atau bantuan material lain. Keterbatasan PMKRI dalam mendanai sendiri kegiatannya atau penyediaaan sarana penunjang lain, dapat dibantu melalui peran serta hierarki gereja. Bantuan hierarki gereja menyambungkan PMKRI dengan sumber-sumber keuangan sangat membantu bagi operasionalisasi program-program untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati. Relasi PMKRI dan hierarki gereja, tidak bisa tidak, mensyaratkan keterbukaan dan kemauan keduanya untuk menerima dan memberi sesuatu yang dimiliki demi kepentingan bangsa.

****
Disadur dari buku 57 tahun PMKRI oleh E. Melkiades Laka Lena
Sekretaris Jenderal PP PMKRI periode 2002-2004

No comments: