Monday, December 19, 2011

Panduan Ekskursi Sosial

Ekskursi social adalah salah satu kegiatan untuk menambah wawasan dan kepekaan peserta terhadap kodisi social masyarakat yang ada. Durasi waktunya hanya sebentar, istilahnya kunjungan singkat. Peserta diminta untuk memilih dan mengamati salah satu gejala social yang terjadi di masyarakat, setelah mengamati peserta diminta untuk membuat laporan terkait hasil pengamatannya.Berikut format laporan yang akan dibuat:

1. 1. Nama objek yang diamati.

2. 2. Lokasi pengamatan dan waktu pengamatan.

3. 3. Ceriterakan perasaan yang timbul dari hasil pengamatannya.

4. 4. Apa yang anda tawarkan untuk mentikapi kondisi tersebut.

Contoh singkat : Si A mengamati kehidupan seorang tukang sapu,lokasinya bertempat di sepanjang jalan solo.Si A merasa bahwa tukang sapu tersebut mengalami ketidak adailan oleh karena itu Si A mengharapkan adanya perubahan system dan perlakuan yang lebih baik tuk mengsejahterakan kehidupan tukan sapu tersebut.

Peserta diharapkan melaporkan hasil pengamatannya dalam bentuk artikel yang ditulis minimal 2 kertas HVS.

Selamat Menjalankan Tugasnya

Wednesday, November 9, 2011

PERAN KADERISASI ORGANISASI KEMAHASISWAAN DALAM KEPEMIMPINAN POLITIK


Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan. Salah satunya, kepemimpinan dapat berfungsi mengarahkan orang lain. Oleh karena itu kepemimpinan yang baik membuat hidup lebih terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Hal ini tergambar dalam konsep kepemimpinan oleh Heinz Weihrich dalam Maridjo (2001) yang dikenal juga sebagai proses atau seni mempengaruhi orang agar melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan. Dengan demikian pernyataan di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang baik, khususnya seorang yang bisa memimpin sangat dibutuhkan. Berbeda dengan pandangan ini, di samping penting adanya kepemimpinan yang baik, akhir-akhir ini malah menunjukkan hal yang bertolak belakang. Dewasa ini banyak dirasakan kebutuhan akan kepemimpinan yang baik namun kurangnya sumber daya dalam kepemimpinan.

Sumber daya yang dibutuhkan menjadi pemimpin menurut saya sudah seharusnya diprioritaskan kepada generasi muda yang merupakan harapan bangsa menjadi calon pemimpin-pemimpin baru masa depan. Namun, banyaknya orang muda saat ini ternyata belum dapat menjamin karena masih sedikit generasi muda yang terlibat dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan maupun organisasi kader sosial kemasyarakatan yang bertujuan melahirkan pemimpin bangsa. Di samping itu, boleh jadi memimpin suatu aktivitas dalam organisasi bukan hal yang mudah dilakukan seseorang, tidak terkecuali oleh mahasiswa.

Misalnya saja dapat dilihat dari keterlibatan orang muda maupun mahasiswa mengikuti organisasi, banyak yang belum terlibat. Mulai dari organisasi intra kampus BEM yang sudah mulai ditinggalkan (Kompas, 2011). Padahal BEM merupakan salah satu organisasi perjuangan mahasiswa untuk memetakan persoalan-persoalan politik kemahasiswaan. Di samping itu, organisasi kemahasiswaan seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pun mengalami penurunan kader. Sebelumnya, pada tahun 1970an-2000an masih mendapatkan kader berjumlah ratusan, namun 7 tahun terakhir hanya mampu mendapatkan 30 orang per tahun (buku MPAB PMKRI) dan juga jarang yang sampai bertahan, dalam proses di organisasi hilang satu per satu.

Sementara itu, dalam organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan PMII (Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia) yang terlibat dalam forum organisasi mahasiswa Cipayung juga mengalami hal yang sama. Organisasi ini pun banyak mengeluhkan mengenai kesulitan dalam mencari kader-kader baru yang tertarik mengikuti organisasi kader atau lebih dikenal sebagai ormas (organisasi kemasyarakatan). Organisasi kepemudaan seperti Pemuda Katolik pun mengalami hal yang sama. Menurut ketua Pemuda Katolik saat ini (periode 2009-2012) untuk wilayah Yogyakarta setelah vakum selama 15 tahun, pada tahun 2009, ketika dihidupkan kembali hanya 30 orang yang menjadi anggotanya. Itu pun tidak semua yang aktif.

Dari sisi lain hasil jajak pendapat pada pemuda usia 16 – 30 tahun, 27-28 Oktober 2010 ( Kompas, 2010) menyebutkan bahwa sebagian besar responden mengaku tidak pernah menjadi pemimpin di dalam berbagai kegiatan, saat menempuh pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi. Padahal, menjadi pemimpin dalam kegiatan di sekolah, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Senat Mahasiswa di perguruan tinggi, organisasi kepemudaan, atau organisasi profesi, mampu menempa dan membentuk karakter sebagai pemimpin.

Dalam hal ini, yang tidak dapat dilepaskan dari kepemimpinan adalah sebuah proses yang dikatakan kaderisasi. Melalui kaderisasi inilah nanti akan dicetak aset-aset pemimpin atau yang disebut dengan kader. Pengertian kader ini sangat familier dalam organisasi politik kemasyarakatan. Sering kali kita mendengar bahwa ini merupakan organisasi kader, yang berarti organisasi ini sedang mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin bangsa. Pemimpin dapat tumbuh dan berkembang karena dimatangkan oleh proses pembinaan dan pengalaman bersama lingkungan.

Sistem pengkaderan di dalam suatu organisasi sangat bergantung dari besar kecilnya organisasi, lingkup atau bidang kegiatan yang menjadi visi dan misi, sistem nilai yang dianut, serta eksistensi organisasi, apakah sementara atau jangka panjang (Parwadi, 2006). Saat ini tidak semua organisasi memiliki karakteristik pembinaan ini. Proses kaderisasi mengibaratkan bahwa adanya pembinaan yang berjenjang, berkelanjutan dan tidak terputus-putus atau konsisten. Sehingga kemudian dapat juga melahirkan pemimpin yang memiliki integritas, konsistensi, dan komitmen yang tangguh. Inilah yang kemudian menjadi tantangan dalam organisasi dalam mempersiapkan pemimpin yang tepat.

Dalam Listianto (2001) diungkapkan juga bahwa salah satu ancaman kemanusiaan yang luar biasa adalah krisis kepemimpinan. Oleh sebab itu kita harus bertanya dan mengusahakan bagaimana menciptakan banyak pemimpin dalam organisasi. Organisasi kemahasiswaan dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan karakter dan kompetensi diri. Kompetensi diri tersebut meliputi profesionalitas, kerja sama tim, sportivitas, kebersamaan, kedewasaan, toleransi, sikap kepemimpinan, kejujuran dan sikap kejuangan. (Depdiknas, 2003).

Di samping organisasi intra kampus, organisasi ekstra kampus pun tidak kalah berperan dalam melahirkan mahasiswa yang memiliki karakter kepemimpinan. Cosmas Batubara dalam bukunya (2008) Peran mahasiswa yang tergabung di dalam wadah ekstrakurikuler berupa ormas masih akan tetap diperlukan keterlibatannya di dalam pembangunan nasional di masa depan, sudah tidak perlu diragukan lagi. Hal inilah yang diharapkan nantinya menimbulkan keinginan dan kesiapan kepemimpinan yang dapat memajukan bangsa dan negara.

Di samping itu, seperti yang telah disampaikan di awal, saya ingin lebih menekankan pada krisis karakter kepemimpinan serta motivasi menjadi pemimpin pada orang muda, khususnya mahasiswa. Dapat kita lihat bahwa organisasi sangat banyak manfaatnya dalam pengembangan diri. Hal ini karena dengan berorganisasi setiap anggota akan mendapat pengalaman dan proses belajar dari setiap tugas dan tanggung jawab dalam organisasi yang diberikan. Tentunya hal ini tidak terlepas juga dari keaktifan mahasiswa. Kesadaran berorganisasi inilah yang harus dimiliki.

Hal lain yang juga ingin saya tekankan di sini adalah pengaruh ormas-ormas mahasiswa dalam membentuk karakter kepemimpinan ini sendiri. Dinamika ormas mahasiswa yang menitikberatkan pada proses kaderisasi atau pembinaan berkelanjutannya. Dengan diskusi isu-isu ekonomi, budaya, agama, politik dan sosial kemasyarakatan baik dalam lingkup local maupun nasional dan social oriented terasa membantu anggota dapat mengenal lebih jauh dirinya, hal-hal yang terjadi dalam masyarakat disekitarnya, kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi hidupnya, dan terlebih lagi mengenai makna diri sebagai warga Negara Indonesia. Dari sini kita dapat belajar bagaimana bertindak cepat menyikapi hal ataupun kebijakan tertentu dan memimpin sekelompok orang. Hal inilah yang saya rasakan juga dalam berproses dalam ormas mahasiswa ynag saya ikuti, yaitu PMKRI.

Di samping itu, mengenai peran ormas-ormas ini saya kira sudah tidak perlu diragukan lagi, terbukti bahwa banyaknya tokoh-tokoh pemimpin Negeri yang dilahirkan, seperti Cosmas Batubara dan Katorius Sinaga (PMKRI), Akbar Tanjung dan Anas Urbaningrum (HMI), Sabam Sirait (GMKI), Muhaimin iskandar (PMII), dan Megawati Soekarno Putri (GMNI). Banyak pengalaman dan nilai yang telah didapat dari tokoh ini, salah satunya Cosmas Batubara dalam bukunya (2007) membagikan pengalamannya dalam PMKRI mendapatkan nilai-nilai kedisiplinan dan keberanian.

Begitupun demikian dengan saya, hal yang saya dapatkan dari berorganisasi terlebih dengan terlibatnya saya dalam ormas mahasiswa PMKRI ini adalah kejujuran, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, kepercayaan diri karena berproses untuk mengemukakan pendapat dalam forum, pengelolaan organisasi, kemampuan mempengaruhi dan mengelola emosi. Tentu hal ini tidak sekedar langsung didapatkan tetapi lagi-lagi dari proses dan tantangan-tantangan yang membuahkan kematangan.

Pada akhir opini saya ini, ada dua hal yang ingin saya sampaikan, pertama bahwa karakter kepemimpinan yang baik, adalah seorang yang memiliki intelektual yang baik, rasa tanggung jawab, kejujuran, spiritualitas yang baik, berani mengambil resiko dan setia pada proses. Kedua, bahwa mengikuti organisasi adalah proses yang baik membina karakter kepemimpinan khususnya organisasi mahasiswa berupa ormas karena disitu terdapat pembelajaran mengenai banyak hal dari berbagai sudut pandang keilmuan yang dapat membantu memahami sisi kehidupan baik bagi diri sendiri di masa depan dan masyarakat yang hidup dalam satu kelompok, yaitu Negara sehingga dengan memahami ini dapat menjadi pemimpin Negeri bagi semua. Pro Ecclesia Et Patria!

Whose the next leader, You??

Lusiana Bintang Siregar

Ketua Presidium PMKRI Cabang Yogyakarta 2010-2011


DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Cosmas. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta: Kompas

----------------------. 2008. Panjangnya Jalan Politik. Jakarta : Jala Permata

Listianto, Gabriel Anto. 2001. Leaders And Followers In The Future. Jurnal Antisipasi, Vol. 5. No. 1. Hal : 81-102

Maridjo, Herry. 2001. Gaya Dan Kepemimpinan Yang Efektif. Jurnal Anima, Vol. 5. No. 1. Hal: 103-123

Parwadi, Redatin. 2006. Kaderisasi Organisasi Dalam Perubahan. Jurnal Wawasan, Vol. 12. No. 1. Dipungut 28 April 2011

Optimisme Kepemimpinan Muda. 2010. Dipungut 26 Mei 2011

Tuesday, October 4, 2011

RAPAT UMUM ANGGOTA PMKRI YOGYAKARTA


memberitahukan dan mengundang rekan-rekan anggota biasa agar menghadiri Rapat Umum Anggota Cabang PMKRI Yogyakarta pada Jumat Tgl. 09 Oktober 2011 Pkl. 14.00 WIB di Margasiswa Yogyakarta. Agenda RUAC antara lain Amandemen Anggaran Rumah Tangga Cabang, penyikapan atas rencana Kongres dan MPA di Surakarta, dll. Pro Ecclesia Et Patria!

Tuesday, September 6, 2011

SILATURAHMI MEMBANGUN KEBERSAMAAN

Idul Fitri banyak berkaitan dengan tradisi. Salah satu dari tradisi itu adalah memelihara silaturahmi. Berkaitan dengan pentingnya silaturahmi dalam membangun kebersamaan anak-anak negeri, para pengurus dan anggota PMKRI Cabang Yogyakarta Santo Thomas Aquinas melakukan silaturahmi Idul Fitri ke rumah salah satu tokoh muda NU dan mantan aktivis PMII, Bpk Mustafied.
Dalam kunjungan yang singkat tersebut Pak Mus berdialog soal keorganisasian gerakan mahasiswa. Beliau membagikan pengalamannya saat memimpin PMII di masa kuliahnya dulu. Selain berbagi soal sistem kaderisasi yang dilakukan di PMII serta model gerak membasis, Pak Mus menekankan pentingnya komisariat kampus sebagai salah satu pintu utama kaderisasi. Dalam berbagai ruang kampus yang dinamis ada pembagian kerja antar cabang dan komisariat, sehingga peran kaderiasi di tingkat cabang lebih banyak berkaitan dengan level kaderisasi tingkat lanjut. Sementara untuk rekruitmen ditangani di wialayah komisariat. Berkaitan dengan kepemimpinan, menurut beliau PMII melibatkan tiap elemen dalam menyusun kepengurusan sehingga secara partisipatif setiap kelompok dilibatkan. Model demikian juga secara sistemik dapat mengurangi potensi konflik yang dapat muncul oleh perbedaan cara pandang kelompok dalam organisasi.
Lusiana Bintang Siregar dalam kesempatan itu berharap bahwa kesempatan silaturahmi ini akan dapat berlanjut ke dalam bentuk kerjasama diskusi dan pelatihan demi pengembangan kaderisasi mahasiswa. Menurut Bintang, PMKRI Yogyakarta perlu membenahi banyak hal untuk membangun kaderisasi yang berkualitas termasuk bertukargagasan dengan setiap pihak yang memahami soal kepemimpinan dan gerakan mahasiswa.
Sebelum mengakhiri silaturahmi yang diisi dengan diskusi seputar kaderisasi, Pak Mus dan Ketua Presidium PMKRI Yogyakarta membangun sebuah harapan untuk bersinergi dalam mengembangkan potensi gerakan mahasiswa melalui fasilitasi pelatihan termasuk memahami soal keislaman dalam konteks kebangsaan.

Thursday, August 18, 2011

Sedikit Berbagi..........(1)


Teman-teman, belakangan ini saya banyak ditanyai mengenai ego, id dan superego sekaligus juga banyak mendengar orang berkata menggunakan istilah-istilah ini. Rupa-rupanya ketiga sebutan ini telah menjadi trend dalam setiap kata yang diucapkan. Namun, terkadang saya mengamati bahwa penggunaan dalam konteks kalimat beberapa ada yang salah sehingga dapat berarti lain atau “tidak nyambung”. Mungkin dengan ini, saya mencoba berbagi pengetahuan mengenai istilah ini.
Ketiga istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Sigmund Freud (1856 – 1939). Freud kemudian dikenal sebagai pencetus teori psikoanalitik. Penemuannya dalam teori kepribadian tidak lepas dari pengalaman-pengalamannya dalam merawat pasien neurotik di rumah sakit. Kemudian dari sini, ia menyimpulkan adanya tiga macam kegiatan mental, yaitu ketidaksadaran (alam tak sadar), keprasadaran (alam pra sadar) dan kesadaran (alam sadar). Kemudian untuk lebih memahami ketiga proses mental ini, Freud memperkenalkan suatu model struktur mental yang menggambarkan bahwa pikiran manusia sebagai campuran dari bagian kepribadian sadar dan dapat juga mengandung isi tak sadar. Ketiga struktur inilah yang kemudian dinamainya id, ego, dan superego.

Bagian primitif dari jiwa disebut id (das Es). Bagian ini disebut juga inti kepribadian dan sama sekali tidak disadari. Menurut Freud ini terdiri dari dorongan-dorongan, disebut juga naluri. Pada id ini berisi energi-energi yang mendorongnya untuk mencapai tujuan, yaitu untuk mencari kepuasan hasratnya. Id juga tidak bisa menanggulangi atau mencegah adanya peningkatan energi. Dalam arti Id tidak dapat menanggulangi ketegangan dalam diri akibat keadaan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila berada dalam ketegangan yang tinggi, mungkin karena stimulus dari luar, id akan bekerja sedemikian rupa untuk menghentikan ketegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi yang rendah serta menyenangkan. Misalnya ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang tegang atau kondisi tidak membuat dirinya nyaman, seperti menghadapi kegiatan yang serba padat, dikejar deadline tugas dan rapat-rapat, belum lagi tuntutan dari atasan, maka orang cenderung memilih untuk tidak memikirkannya terlebih dahulu dan mencari kesenangan, dengan tidur atau dengan hal lain yang membuat dirinya bebas. Bahkan sampai tidak mengerjakan satupun dan melupakannya. Atau malah bisa saja menonton video porno saat rapat seperti berita yang beredar akhir-akhir ini. Cara kerja id ini disebut sebagai prinsip kenikmatan (pleasure principle). ciri-ciri lain dari id adalah tidak memiliki moralitas karena tidak dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, hanya untuk mencapai satu tujuan yaitu nikmat.

Bagian kedua adalah ego. Struktur mental ini disebut juga dengan “aku” atau “diri”. Ego ini timbul karena adanya kebutuhan organisme untuk berinteraksi dan memerlukan transaksi dengan realitas objektif. Prinsip kerja ego ini disebut mengikuti perinsip kenyataan. Tujuannya prinsip ini adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukannya cara atau objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Ego di sini lebih dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Berprinsip pada pnegalaman benar atau salah yang didapat dalam kenyataan dunia luar. Bedanya dengan prinsip kenikmatan adalah hanya terpaku pada apakah pengalaman tersebut menyakitkan atau menyenangkan. Ego juga disebut sebagai “badan pelaksana”(executive branch). Dikatakan ini karena ego berperan untuk mengontrol pintu-pintu atau cara-cara ke arah pencapaian dorongan insting atau kebutuhan id tetapi tidak bertolak belakang dengan realitas dan lingkungan luar, sehingga bisa saja tidak semua kebutuhan id harus atau dapat dipenuhi. Jika bertentangan dengan relaitas kemungkinan tidak akan terealisasi.


Superego adalah bagian ke tiga dari struktur mental Freud. Menurutnya superego adalah bagian moral atau etis dari kepribadian. Superego dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistik dan idealistik yang bertentangan dengan prinsip kenikmatan dari id dan prinsip kenyataan dari ego. Superego mencerminkan yang ideal dan memperjuangkan kesempurnaan bukan kenikmatan (Semiun, 2006, h. 66). Superego memiliki dua subsistem, yaitu suara hati (conscience) dan ego-ideal. Suara hati bisa saja ditimbulkan dari pengalaman anak atas hukuman atau perlakuan-perlakuan dari orang tuasebagai respon dari tindakan yang salah yang dilakukan.sedangkan ego-ideal timbul dari hadiah yang didapat anak dari orang tua sebagai respon anak yang dianggap tepat dan harus dilakukan. Superego tidak memihak terhadap kebahagiaan dari ego, bahkan superego akan sangat keras untuk menuju kesempurnaan bahkan tidak mempertimbangkan kesulitan-kesulitandan kemustahilan yang dihadapi ego dalam melaksanakan perintah-perntahnya. Semiun, dalam buku teori kepribadian dan terapi psikoanalitik Freud (2006) mengurai tiga fungsi superego, yaitu (1) merintangi impuls-impul id, terutama impuls seksual dan agresif akrena sangat dikutuk oleh masyarakat, (2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, dan (3) mengejar kesempurnaan.
Sebagai contoh untuk ketiga struktur mental ini sebagai dinamika proses psikologis dan pikiran adalah seperti contoh pada id, seorang mengalami tegangan tinggi, tugas menumpuk, tuntutan kuliah dan dosen, belum lagi dikejar deadline dalam organisasi. Maka id sebagai prinsip kenikamatan cenderung untuk memilih meredakan ketegangan dengan kenyamanan diri. Orang tersebut mengambil tindakan untuk bermalas – malasan, melupakan bahkan akhirnya tidak mengerjakan satu pun jika lebih mengikuti dorongan id. Di sisi lain, jika ego berperan, maka orang tersebut di satu sisi mencari cara untuk mencegah atau menyelesaikan ketegangan dengan berusaha memenuhi kebutuhan id tetapi tidak lupa pada kenyataan. Misalnya, orang tersebut akan mengambil waktu istirahat sebentar namun tidak melupakan tugas-tugasnya, akan dikerjakan beberapa bahkan bisa saja semua. Sedangkan jika superego lebih berperan, maka orang tersebut akan lebih memilih untuk mengerjakan pekerjaan dan tugasnya karena menanggap itu merupakan bagian dari tanggung jawabnya.

Teman-teman, begitulah sedikit informasi yang bisa saya bagikan, perlu ditekankan kembali, bahwa menurut Freud proses ini akan berdinamika sesuai dengan sistem yang ada dalam pikiran dan mental kita jadi bukan sesuatu yang mengatur tindakan kita. Namun demikian, teman-teman dapat memperhatikan setiap dinamika pikiran dan mental yang terjadi ketika merespon sesuatu.

“ Orang dengan id yang kuat dan ego yang lemah memiliki superego yang begitu lemah sehingga tidak mampu mengimbangi tuntutan-tuntutan yang tidak putus-putusnya dari id. Orang dengan perasaan bersalah atau perasaan rendah diri yang kuat dan ego yang lemah akan mengalami banyak konflik karena ego tidak dapat mengambil keputusan terhadap tuntuan-tuntutan yang kuat, tetapi bertentangan dari superego dan id. Orang dengan ego yang telah mnginkorporasikan banyak tuntutan id dan hampir semua tuntutan superego adalah orang yang sehat secara psikologis, yakni orang yang dapat mengontrol dengan baik prinsip kenikmatan dan prinsip moralistik”.(Semiun, 2006, h. 68)
Selamat belajar dan berefleksi.

Sumber :
Semiun, Yustinus, OFM. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik. Yogyakarta : Kanisius
Santrock, John W. 2002. Perkembangan Masa Hidup – Live Span Development edisi kelima. Jakarta : Erlangga

Lusiana Bintang Siregar
Ketua Presidium PMKRI Cabang Yogyakarta

Saturday, July 30, 2011

LATIHAN KEPEMIMPINAN KADER 2011


LATAR BELAKANG

Kemelut dan persoalan masyarakat kian menjadi-jadi dalam kondisi kekinian. Dinamika kebangsaan semakin carut marut dengan terjadinya korupsi dan isu-isu politis yang membebani hidup masyarakat. Persoalan demi persoalan tak kunjung selesai dan cenderung bertambah tanpa solusi yang berarti. Pemerintah disibukkan oleh kepentingan kelompok dan tersandera dalam pertarungan elitis yang tak berujung.

Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat semakin sulit diurai telah menjelma menjadi satu problem besar. Hilangnya kesadaran akan nilai-nilai hidup bersama, lunturnya ikatan sosial dalam bernegara, runyamnya kondisi pendidikan, isu-isu terorisme yang merebak, serta segudang persoalan lain di ranah ekonomi maupun politik mengancam sendi-sendi ke-indonesia-an. Penyelenggara Negara tak ubahnya kawanan politik yang saling tarik menarik dalam pusaran kepentingan telah mengabaikan tujuan utama dalam mendorong kesejahteraan hidup warga Negara.

Media akhir-akhir ini telah menunjukkan secara gambling lemahnya kepemimpinan di tingkatan pusat penyelenggara Negara. baik di ranah eksekutif maupun legislative tak lebih dari sekadar panggung sandiwara. Sementara itu pada ranah yudikatif menunjukkan bahwa hukum tak lagi diatas seluruh kepentingan tapi lebih dari sekadar alat kekuasaan dalam melanggengkan berbagai kepentingan ekonomi maupun politik. Kasus Prita Mulyasari, Siami, Ruyati dan banyak persoalan warga Negara lainnya semakin terabaikan dan jauh dari jangkauan keadilan.

Kondisi ini mencerminkan kerapuhan hidup berbangsa dan bernegara diantara semakin tingginya sikap apatis kaum muda terhadap situasi sosial. Ironisnya, gerakan-gerakan mahasiswa yang dulu digambarkan sebagai agen perubahan tak ubahnya seperti situasi elitis yang cenderung larut dalam arus pragmatisme. Hal ini dalam kurun waktu tertentu akan menjadi sebuah problem dilematis dan sulit dibayangkan dampaknya bagi tercapainya kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mencapai kebaikan bersama (bonum communae).

PMKRI sebagai salah satu bagian dari gerakan mahasiswa yang sejak awal berdirinya telah mendedikasikan diri bagi terwujudnya keadilan sosial dan kemanusiaan. Di tengah gempuran arus pragmatisme, PMKRI menyadari posisinya yang kian dilematis dalam konteks kekinian. Situasi yang dihadapi PMKRI seperti rendahnya minat mahasiswa dalam membangun solidaritas keorganisasian serta melambungnya biaya pendidikan dan berdirinya pusat-pusat hiburan sebagai konsekuensi derasnya arus kapitalisme melahirkan tantangan tersendiri bagi perhimpunan, PMKRI sebagai organisasi pembinaan harus ekstra waspada sebagai bagian dari gerak perubahan sosial. Kewaspadaan ini terutama dalam menyikapi situasi sosial yang sulit. Di sisi lain tantangan dari sisi internal juga memerlukan perhatian khusus, mengingat pembinaan kader dimulai dari proses internal sebagai kawah candradimuka untuk melahirkan pemimpin yang visioner. melihat lebih jernih dari sisi internal, PMKRI menyadari penurunan jumlah anggota tidak hanya dari segi kuantitas, tapi juga secara kualitas, oleh karenanya perlu untuk membangun komitmen kaderisasi secara konsisten

Melihat realita yang ada serta bertumpu pada pola aksi-refleksi-aksi, maka PMKRI perlu menimbang diri dan kembali focus pada upaya pembinaan mahasiswa tanpa terjebak pada kadar kuantitas. Proses pembinaan yang dijiwai oleh pancasila, kekatolikan dan diwarnai karakter kemahasiswaan sebagai bagian dari lapisan masyarakat intelektual harus didorong pada peningkatan kualitas kader. Maka untuk mendorong seluruh sumber daya yang ada dan diinspirasi oleh visi dan misinya yang luhur, PMKRI Cabang Yogyakarta Santo Thomas Aquinas memerlukan ruang pembinaan yang intens dalam menciptakan karakter kepemimpinan di dalam diri setiap anggotanya.

Mencermati tuntutan situasi masyarakat dan arah pembinaan berjenjang yang menjadi ciri khas PMKRI maka dibutuhkan Latihan Kepemimpinan Kader (LKK). Latihan Kepemimpinan Kader sebagai suatu kawah candradimuka dalam perhimpunan diharapkan dapat mendorong lahirnya generasi intelektual yang berwawasan luas serta memiliki karakter kepemimpinan yang kuat.

NAMA KEGIATAN

Latihan Kepemimpinan Kader (LKK) PMKRI Santo Thomas Aquinas

TEMA

Menuju Kepemimpinan Politik Berkarakter, Visioner dan Misioner

TUJUAN

Latihan Kepemimpinan Kader ini bertujuan untuk :

1. Memperluas pengetahuan dan mengasah mentalitas peserta untuk menjadi pemimpin politik yang visioner dan misioner dengan kemampuan olah spiritualitas kekatolikan yang baik.

2. Meningkatkan kapasitas kepemimpinan upaya transformasi organisasi dan gerakan pemberdayaan masyarakat

3. Mendorong tumbuhnya kepemimpinan yang berpihak pada mereka kelompok kecil, lemah, miskin, terpinggirkan dan Difabel (KLMTD)

WAKTU & TEMPAT PELAKSANAAN

Hari : Kamis s/d Mingg

Tanggal : 08 - 11 September 2011

Tempat : Wisma Salam, Muntilan, Jawa Tengah

PESERTA

Peserta Latihan Kepemimpinan Kader (LKK) sebanyak 40 orang yang merupakan anggota PMKRI dari Komisariat Daerah II (Jateng - DIY) dan cabang-cabang se-Indonesia

KETENTUAN PESERTA

Peserta Latihan Kepemimpinan Kader (LKK) wajib memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :

1. Anggota biasa PMKRI (telah lulus MPAB - MABIM)

2. Wajib membuat karya ilmiah (Makalah, Opini, Artikel, dll) yang berkaitan dengan tema materi yang ada. Karya ilmiah tersebut akan diverifikasi dan dijadikan sebagai salah satu syarat kesertaan

3. Wajib membaca minimal 3 buku referensi dan membawa minimal 1 buku referensi dari panitia. Buku tersebut akan diverifikasi oleh Steering Comitee

4. Wajib membawa surat tugas dari DPC

5. Wajib membayar kontribusi peserta sebesar Rp 200.000

REFERENSI BACAAN

Adapun buku-buku yang wajib dibaca oleh peserta antara lain seputar tema:

1. Alkitab dan Ajaran Sosial Gereja

2. Teologi Pembebasan

3. Ajaran Sosial Gereja

4. Sejarah Pemikiran Filsafat

5. Gerakan Sosial

6. Kepemimpinan Tranformatif

7. Kepemimpinan serta tema lain sesuai tema materi LKK

METODE PELATIHAN

1. Role Play

2. Ceramah

3. Dialog Interaktif

4. Dinamika Kelompok

5. Diskusi

6. Games

MATERI PELATIHAN

Adapun materi yang akan diberikan selama pelatihan disesuaikan dengan Silabus LKK sesuai TAP MPA Manado, yakni:

1. Mengenal Diri dalam Relasi Tuhan dan Sesama

2. Teologi Pembebasan

3. Pemikiran - Pemikiran Besar di Dunia

4. Analisis Sosial Kemasyarakatan

5. Konsep dan Metodologi Gerakan Sosial

6. Strategi Pendampingan dan Pengorganisasian Kelompok Masyarakat yang Tertindas

7. Kepemimpinan Transformatif

8. Managemen Organisasi Masyarakat Sipil

9. Perencanaan Strategis

10. Manajemen Konflik

11. Participatory Action Research

PENANGGUNGJAWAB

Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Yogyakarta Santo Thomas Aquinas


Untuk kawan-kawan cabang yang membutuhkan proposal lengkap bagi penggalangan dana, dapat diunduh disini. KLIK PROPOSAL