Friday, September 6, 2013

Formulir LKK PMKRI 2013

Formulir LKK PMKRI 2013 bisa diunduh di sini.
Selamat berdinamika.

Wednesday, August 28, 2013

Proposal LKK


mengingat salah satu tugas utama PMKRI ialah Kaderisasi maka kami, DPC Yogyakarta menyampaikan bahwa PMKRI Yogyakarta kembali akan mengadakan Latihan Kepemimpinan Kader (LKK)2013. Latihan Kepemimpinan Kader Tahun ini kembali kita adakan mengingat suksesnya acara Latihan Kepemimpinan Kader pada 2012 kemarin yang tentunya tidak terlepas pula dari bantuan dan doa dari semua anggota baik itu anggota penyatu dan anggota biasa PMKRI Yogyakarta.

LKK tahun ini akan diadakan di Wisma Salam, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah pada tanggal 12-15 September 2013 nanti dengan mengangkat tema "Bangkit dan Bergeraklah PMKRI dari Perhimpunan bagi Gereja dan Tanah Air". Tema ini dipilih karena melihat kekondisian kader PMKRI pada era ini cenderung mulai melempem dan kurang terdengar gaungnya baik itu pada skala nasional maupun pada cabang, diharapkan setelah diadakannya pelatihan ini dengan tema"Bangkit dan Bergeraklah PMKRI dari Perhimpunan bagi Gereja dan Tanah Air", PMKRI dapat menciptakan kader-kader yang tangguh dan berani untuk melontarkan suara mereka keluar dari dalam zona nyaman ke dalam lingkungan masyarakat secara nyata demi terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
 dibawah disertakan link untuk mendownload proposal LKK 2013.

http://www.ziddu.com/download/22831731/ProposalLKK2013.docx.html

Pro Ecclecia Et Patria !

Thursday, August 8, 2013

Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila menuju Indonesia yang adil dan bermartabat

Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila
menuju Indonesia yang adil dan bermartabat


Dengan runtuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto secara tidak langsung bangsa Indonesia telah mendeklarasikan diri sebagai sebuah bangsa yang berdemokrasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan dimulainya era reformasi membawa dampak yang signifikan terhadap penannaman nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Sejak reformasi bergulir, semangat menghidupi nilai-nilai pancasila mulai mengendor. Pancasila menjadi korban sejarah seiring runtuhnya kekuasaan Orde Baru yang pada saat itu dengan begitu giatnya menjalankan program-program pancasila sebut saja program P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai ujung tombak untuk menanamkan nilai-nilai pancasila bagi masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari keinginan agar nilai-nilai Pancasila hidup dan kian merasuk dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dapat diaktualisasikan dalam pengetahuan, pemahaman, sikap serta tingkah laku semua lapisan masyakarakat. Namun, setelah sekian lama program tersebut berjalan, dengan perkembangan kecedasan warga Negaranya, ternyata program tersebut dirasakan sebagai indoktrinasi semata untuk mempertahankan keberlanjutan penguasaan terhadap bangsa ini oleh pemimpin kala itu, sehingga semua hal yang berkaitan dengan Orde Baru dihilangkan dan dibumi hanguskan dari tanah air Indonesia.
Hari-hari ini dengan melihat realitas bangsa Indonesia yang semakin mengalami perubahan dan perkembangan. Upaya menanamkan nilai-nilai pancasila semakin tersingkirnkan. Ideologisasi Pancasila pun seakan tak terbendung oleh tuntutan perubahan yang sebenarnya tidak jelas arahnya mau ke mana? Berbagai program bahkan kurikulum Pendidikan Pancasila tidak lagi dimasukan dalam bahan proses belajar mengajar. Hal ini tentu merupakan ancaman akan memudarnya nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Sebuah penelitian dan kajian akademik tentang pancasila mengemukakan bahwa Pancasila tidak lagi merupakan hal yang popular dan diminati oleh masyarakat. Hal ini member dampat Pancasila tidak lagi dikenal dan sedikit demi sedikit bangsa kita tersingkirkan dari jati dirinya sendiri. 
Try Sutrisno (Mack Dieter, 1996: 146) mengatakan bahwa: “Pembangunan yang tidak berakar pada nilai fundamental budaya bangsanya akan berakibat pada hilangnya kepribadian dan jati diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang demikian pada gilirannya akan runtuh, baik disebabkan kuatnya tekanan pengaruh dari luar maupun oleh pengeroposan dari dalam tubuhnya sendiri.” Pernyataan tersebut dapat dilihat dan dirasakan bahwa betapa terdegradasinya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Milsanya saja, sikap individualisme yang kian tumbuh subur bagai jamur dalam kehidupan masyarakat bangsa ini; bentrokan dan konflik yang terus bergejolak akibat dari etnosentrisme berlebih diantara suku bangsa dan hilangnya fiigur wakil rakyat dan pemimpin bangsa yang disebabkan bercokolnya kepentingan dan politisasi atas dasar kepentingan pribadi dan kelompok. Akhirnya masyarakat semakin tidak terkontrol, mereka menjadi liar karena tidak lagi mendapatkan petunjuk dan tidak lagi peduli terhadap cita bangsa yang ditegaskan dalam Pancasila.
Berbagai masalah dan kondisi ketimpangan yang ada harapannya dapat menjadi keresahan bersama setiap pihak dan dari sana lahir keinginan yang dibuat secar sadar dan tegas untuk keluar dari keterpurukan yang ada. Menyikapi realitas masyarakat pasca reformasi yang tidak kunjung memberikan perubahan positif yang signifikan untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Masyarakat saat ini seolah kehilangan orientasi yang sudah kritis.  Oleh karena itu revitalisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus segera diprogramkan dan dilaksanakan dengan komitmen dan konsistensi; baik dengan program-program kemasyarakatan yang dengan tulus setiap warga negara merasakan bahwa Pancasila sebagai kebutuhan bukan doktrinasi semata; ataupun dengan program-program formal melalui lembaga-lembaga yang ada seperti lembaga pendidikan maupun lembaga pemerintahan agar nilai-nilai Pancasila tersebut tetap lestari dan dapat menjadi lentera dan penunjuk arah guna tercapainya tujuan bangsa Indonesia. Penataan karakter bangsa dengan merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mutlak diperlukan. Saat ini, semua elemen negara berharap adanya perubahan yang mendasar agar masyarakat, bangsa dan negara kita kembali kepada jati diri nya sebagai bangsa yang besar dengan ideologi yang mendasar yakni Pancasila yang menjadi gambaran budaya Indonesia. Serta mantapnya pemahaman, memurnikan penghayatan dan konsistennya terhadap pelaksanaan  nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. (Semoga)
Oleh: Mario Wiran
(Ketua Presidium PMKRI Yogyakarta)
  

Friday, May 17, 2013

The Greatest Love of All



The Greatest Love of All

Mario Wiran
(Sebuah catatan reflektif dari buku kisah-kisah di balik jubah)



Memaknai Cinta dalam Hidup BerPMKRI

Di dalam suatu pengorbanan terdapat bukti cinta. Manusia adalah mahkluk yang selalu mencinta dan dicintai. Malah cinta menjadi kebutuhan dasar hidupnya. Manusia hidup karena dan untuk cinta. Atas nama cinta, manusia rela mengorbankan segalanya. Cinta memberi nafas kehidupan bagi setiap manusia. Singkatnya, sejauh manusia masih berdiam di bumi ini, sejauh itu pula cinta hidup dan mewarnai kehidupannya. Karena itu, bagi saya, hakikat atau inti terdalam dari cinta yang harus kita hidupi dalam perjalanan kita adalah suatu pemberian diri. Pemberian diri secara total bagi orang lain. Memberi diri berarti mengarahkan seluruh tenaga dan perhatian, seluruh potensi diri, daya yang hidup dalam diri kita, bahkan diri kita sendiri bagi orang lain. Memang sulit dan terlalu ideal. Sebab, dewasa ini cinta sering dilihat lebih berdasarkan perhitungan matematis, untung rugi. Kalau demikian jadinya, berarti cinta yang kita hidupi tidak bermakna sedikitpun. Ingatlah, cinta sejati adalah sebuah pemberian diri. Ibu Teresa dari Calcuta pernah mengatakan: TO LOVE UNTIL HURT (Mencinta Hingga Terluka). Contoh paling jelas dari sikap “mencintai hingga terluka” adalah Yesus sendiri. Dia memberikan diri-Nya sendiri disiksa, terluka sehingga wafat di salib, semua karena besarnya cintaNya kepada manusia. Dinamika perwujudan cinta yang benar berlangsung tanpa syarat. Bukan cinta yang bersyarat, penuh dengan perhitungan matematis. Cinta tanpa syarat selalu bersifat terbuka kepada yang lain, memberi tanpa menuntut balasan, berbuat tanpa menuntut imbalan. Cinta tanpa syarat melampaui kepentingan diri. Sekali lagi, sama seperti Kristus mencintai tanpa syarat, demikian juga kita dituntut untuk berbuat yang sama dalam segala situasi.

Cinta hanya dapat dirasakan dan dialami dalam kehidupan ini. Upaya pelestarian atasnya pun butuh perjuangan tanpa henti. Pada saat orang berhenti mencinta, di sana nyanyian “requiem” akan membahana. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan cinta-Nya dalam hidup ini. Pilihan untuk mencintai secara khusus didedikasikan bagi mereka yang miskin dan tertindas. Hal ini jelas ditegaskan dalam visi PMKRI yaitu: “Terwujudnya keadilan social, kemanusiaan dan persaudaraan sejati”. Melalui perjuangan dengan terlibat langsung dalam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan disemangati oleh nilai-nilai kekatolikan memberi harapan besar agar tercapainya visi tersebut. 

Sebagai mahasiswa katolik, terlebih seorang kader PMKRI, setiap orang mempunyai tanggungjawab dan kewajiban untuk membawa bangsa Indonesia menghayati nilai Kekatolikan, pro rakyat miskin, damai, makmur dan sejahtera. Sebagai mahasiswa katolik kita tidak boleh duduk santai dan acuh tak acuh, bahkan melarikan diri dari permasalahan jalannya ketatanegaraan yang tidak karuwan dan yang mengakibatkan masyarakat kebanyakan mendertia baik secara fisik, psikis maupun rohani.

Memilih Untuk Hidup Selibat

Manusia adalah makhluk yang bertumbuh dan berkembang. Mulai dari lahir, bertumbuh, dewasa dan meninggal itulah siklus hidup manusia. Manusia juga berkembang secara psikologis, emosi, fisik, dan sebagainya. Dalam perkembangannya manusia harus membuat banyak pilihan itu konsekuensi logis dari suatu hidup. Diantara banyak pilihan yang ada, manusia harus memilih profesi atau pekerjaan. Manusia memiliki kehendak bebas (free Will), kebebasan yang bertanggung jawab tentunya. Setiap orang mencari makna dalam hidupnya di dalam profesi yang dijalani, namun terkadang rutinitas membuat orang juga kehilangan makna hidupnya.

Setiap profesi mengandung berbagai macam konsekuensi. Seorang sekretaris memiliki konsekuensi menjaga rahasia perusahaan. Seorang designer memiliki konsekuensi kerja lembur tanpa upah tambahan. Seorang dokter memiliki kon-sekuensi siap untuk dipanggil saat malam untuk operasi darurat atau saat pasien kritis. Seorang guru memiliki konsekuensi mendapat upah yang relatif sedikit. Demikian pula seorang biarawan juga memiliki konsekuensi. Konsekuensi yang dihadapi seorang biarawan adalah berkaitan dengan 3 kaul yaitu kaul kemurnian, kaul ketaatan, dan kaul kemiskinan. Sepintas jelas bahwa hal-hal tersebut membatasi biarawan untuk memaknai hidupnya seperti orang-orang pada umumnya misalnya menikah, bebas, dan menikmati kekayaan.

Seorang biarawan harus hidup terpisah dari dunia ramai. Slot atau klausura (pingitan) merupakan perwujudan konkret dari pemisahan diri dari dunia serta menjamin ketetapan hati yang terarah pada Allah. Mengutip ceritera “Ada Resah di Balik Jubah” (Kisah-kisah di balik Jubah halaman 111) dimana mengisahkan tentang pengalaman seorang Romo yang sempat mengalami keresahan. Saat itu yang menjadi persoalan bukan bagaimana biarawan bangun jam 03.15 WIB dan bukan pula pada keharusan mengikuti rutinitas harian biara, tetapi harus dihadapkan pada suatu pergumulan hidup yang sungguh sangat memberatkan. Salah satu kerinduan yang terdalam darinya adalah merasakan kasih dari kekasihnya. Suatu pergumulan yang pada akhirnya juga meresahkan sebagai sesama kaum berjubah namun pada akhirnya dengan menyadari panggilan hidup dan cinta Allah dalam hidup, Romo Matius memahami keresahan temannya Romo Lukas dan memutuskan untuk memberi support dan mendoakan romo Lukas agar tetap pada panggilan sucinya.

Ceritera yang dikisahkan dalam buku “Kisah-Kisah Di Balik Jubah” menegaskan bahwa makna hidup sesungguhnya didalam kaul kemiskinan, kaul kemurnian dan kaul ketaatan yang dihidupi oleh kaum berjubah cukup dinamis karena ada saat dimana seseorang biarawan sempat bimbang dan mengalami kebosanan sebelum akhirnya merasa bahwa Tuhan benar-benar memilihnya sebagai seorang biarawan. Hidup sebagai kaum selibat merupakan pilihan yang sungguh berarti, karena tugas seorang biarawan sungguh penting dan sangat dibutuhkan dan bermanfaat tentunya. Tidak ada kesalahan untuk memutuskan untuk hidup selibat. Melalui pelayanan dan aktifitas menggembalakan umat seorang biarawan merasa hidupnya menjadi lebih bermakna dengan melayani umat, melakukan tugas-tugas dengan baik, melayani serta menolong orang yang membutuhkan sehingga seorang biarawan tidak terfokus terhadap kehidupan seksual, harta kekayaan dan tentunya bebas melakukan ketiga kaul tersebut. Memilih untuk menjadi selibat karena mencintai umat manusia. Mencintai tentunya perlu diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Melayani dan mengasihi merupakan beberapa contoh kongkrit kehidupan seorang biarawan/ti. Semua ini dilakukan demi mewujudnyatakan cinta Allah dalam hidup ini. (Semoga)

Wednesday, May 1, 2013

BURUH: Working Class Hero


BURUH: WORKING CLASS HERO

Yohanes Leonardi
 Presidium Pendidikan dan Kaderisasi PMKRI Yogyakarta
Santo Thomas Aquinas

 As soon as you're born they make you feel small
By giving you no time instead of it allTill the pain is so big you feel nothing at all
They hurt you at home and they hit you at schoolThey hate you if you're clever and they despise a foolTill you're so crazy you can't follow their rules

When they've tortured and scared you for twenty odd yearsThen they expect you to pick a careerWhen you can't really function you're so full of fear

Keep you doped with religion and sex and TVAnd you think you're so clever and classless and freeBut you're still peasants as far as I can see




Selamat siang teman-teman semua, hari ini pada tanggal 1 Mei kita kembali memperingati hari buruh, hari dimana buruh terlihat begitu berkuasa. Namun, hanya 1x dalam setahun buruh bisa berkuasa 364 hari sisahnya merupakan milik pengusaha dan pemerintah dan buruh kembali menjadi buruh, budak kerja kaum kapitalis yang hanya memperkaya diri sendiri. Diatas merupakan lagu yang dibuat oleh John Lennon, seorang musisi dari Inggris tentang kaum buruh. Dalam lagu ini memiliki makna yang begitu dalam yang sebenarnya tidak pernah kita sadari. 

 "Dari engkau lahir, mereka telah membuat dirimu terasa kecil, menyakiti drimu dirumah dan memukulmu disekolah, mereka membenci dirimu jika kamu menjadi pandai, mereka terus meyiksa engkau selama dua puluh tahun dan setelah itu mereka memaksamu untuk memilih pekerjaan, sampai kamu tidak bisa berfungsi lagi dan penuh rasa takut, Mereka terus meracunimu dengan agama, sex, dan televisi dan kamu berpikir bahwa kamu pandai dan bebas. Tetapi, kamu tetap buruh " 

Kurang lebih seperti inilah makna lagu dari John Lennon yang mengambarkan tentang buruh pada zamannya yang pada faktanya sampai sekarang tidak ada yang berubah. DI indonesia sendiri masih banyak yang menganggap buruh adalah pekerja yang hanya mengandalkan otot dan tidak pernah menggunakan pikiran mereka dalam bekerja. Disinilah hal yang sangat ingin saya kritisi, banyak orang yang menyalahkan pengusaha-pengusaha dan pemerintah dalam masalah buruh dan ketenagakerjaan. Iya saya setuju ini adalah salah mereka. Namun, yang lebih saya salahkan disini adalah sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia. Sampai saat ini pendidikan yang kita dapat  di Indonesia hanya meciptakan kita sebagai pekerja yang akhirnya menjurus menjadi yang sekarang ini disebut buruh.  Satu lagi, di indonesia masih banyak yang tidak mengerti arti dari kata "Buruh" ini sendiri. Mereka yang bekerja di kantoran enggan disebut sebagai buruh, karena bagi mereka, buruh adalah orang yang bekerja hanya menggunakan otot dan tidak menggunakan pikiran, sedangkan mereka yang bekerja dengan menggunakan tidak ingin disebut sebagai buruh. Padahal dalam kamus besar Bahasaa Indonesia 

"buruh" adalah "pekerja" dan semua orang yang bekerja baik itu menggunakan otak dan otot adalah buruh. Disini saya sangat menyalahkan peran dari pendidik-pendidik yang ada terutama di Indonesia. Para pendidik hanya terus menanamkan doktrin "belajarlah yang rajin hingga engkau akan menjadi pintar. Lalu, setelah itu engkau akan mendapatkan pekerjaan yang layak" Ya, dari kita duduk di sekolah dasar kita telah di doktrin untuk menjadi pekerja, untuk menjadi budak untuk orang lain yang memiliki kekuasaan. Apabila kita tidak mendapatkan pendidikan yang baik, kita hanya bisa menjadi buruh kasar, contohnya: buruh bangunan dan buruh kasar. Namun, apabila kita sedikit beruntung dan dapat melewati semua jenjang pendidikan maka kita akan menjadi buruh yang sedikit beruntung pula karena dapat bekerja didalam kantor. dan tampaknya para pengusaha sangat tidak keberatan dengan "doktrin" yang terus kita dapat ini. Ini terlihat dari bagaimana cara mereka menerima lowongan pekerjaan. Ya, kebanyakan perusahan akan menuliskan, salah satu syarat untuk diterima bekerja harus mendapatkan nilai tertentu dalam bidang pendidikan, tanpa memperdulikan bagaimana cara mereka mendapatkan nilai tersebut, orientasi hasil bukan orientasi proses. 

Sangat menyedihkan melihat nasib buruh yang ada saat ini, mereka hanya dibentuk untuk menjadi budak dan bekerja demi golongan tertentu. Sedangkan Undang-Undang Ketenagakerjaan no 13 th.2013 dibuat lebih menguntungkan kaum pengusaha atau yang bisa dibilang kaum yang "mempunyai uang" Inilah gambaran Indonesia saat ini, belum dimulai memang. Namun, telah mulai terlihat bahwa adanya perbedaan antara si"miskin dan si"kaya, atasan dan bawahan serta pengusaha dan buruh. Apabila iniu terus dibiarkan makan tidak bisa dipungkiri Indonesia akan terpecah menjadi dua kubuh "buruh" melawan "pengusaha" dan dipimpin oleh wasit yang bernama "pemerintah" bisa jadi wasitnya sendiriopun akan memihak "mereka yang bisa membayar"

INGAT, BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI BURUH
Pro Ecllesia Et Patria !!!!!

Dart_leonhart

Tuesday, April 30, 2013

Buruh dan Keadilan Sosial


Buruh dan Keadilan Sosial
Oleh: Mario Wiran
(Ketua Presidium PMKRI Yogyakarta “Santo Thomas Aquinas”)


“Upaya untuk meningkatkan keharmonisan dan produktivitas kerja kaum buruh tak pernah mau basi dan tak pernah berhenti, berkobar laksana api yang menjilat-jilat”
Bernard Cracroft (Pakar masalah perburuhan)


Berbicara soal keadilan sosial tak terlepas dari apa yang disebut dengan kemakmuran sosial, karena keduanya merupakan dua hal pokok yang tidak dapat dipisahkan. Hanya masyarakat makmur yang dapat disebut sebagai masyarakat yang adil, meskipun pada kenyataannya kemakmuran itu sendiri bisa bersemayam dalam ketidak-adilan sosial. Menerima prinsip keadilan sosial berarti menolak kolonialisme dan imperialisme. Ini berarti usaha yang tegas dan terpadu untuk mengakhiri banyak dari kejahatan-kejahatan sosial yang menyusahkan Dunia. Ada pengakuan praktis bahwa semua orang adalah saudara dan bahwa semua orang mempunyai tanggungjawab bersama.
Pancasila merupakan dasar Negara yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu sudah selayaknya setiap warga Negara harus tunduk, patuh, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat baik dalam aktivitas sosial, politik, budaya dan ekonomi. Sebenarnya jika saja pemerintah benar-benar mau menjalankan pemerintahannya dengan berpegang pada nilai-nilai Pancasila dengan konsisten maka kesejahteraan bagi rakyat terutama kesejahteraan buruh dapat tercipta. Namun hari ini dalam kenyataannya penerapan nilai-nilai luhur pancasila masi jauh dari harapan luhur yang tekandung didalamnya. Dalam hal ini ternyata kesejahteraan kehidupan kaum buruh di Indonesia masi terabaikan.
Kondisi kekinian menunjukan bahwa ketidkadilan dan pemerkosaan hak pekerja/buruh masi saja terjadi. Terutama perilaku para majikan terhadap pekerjanya. Dimana kaum buruh harus dihadapkan dengan sang majikan sebagaimana pertarungan antara yang kuat dan yang lemah. Sejarah mencatat bahwa persaingan ternyata tidak hanya soal perdebatan belaka tetapi lebih dari itu sampai pada persaingan saling bunuh hanya untuk memproduktivitaskan tenaga kerjanya dengan cara menhalalkan berbagai macam cara. Dalam hal ini, kaum buruh/pekerja dipandang hanya sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan bahkan tenaganya dikuras habis-habisan. Sedangkan upah minimum yang diperoleh minim sekali sehingga tak heran para buruh/pekerja masi hidup tak berkecukupan. Hal ini mengakibatkan sehingg upaya untuk terus menuntut keadilan hingga saat ini terus dilakukan.
Menghadapi kondisi seperti itu maka didirikan Sarikat Pekerja di pelbagai perusahaan yang diharapkan mampu menjembatani kepentingan kaum buruh dan majikan. Namun kenyataannya, kehadiran Sarikat Pekerja pun tak bisa berbuat banyak, karena harus berhadapan dengan aturan yang dibuat Manajemen, tidak terkecuali aturan dari pemerintah selaku regulator. Parahnya justru bila regulator tidak tanggap terhadap aspirasi dan kepentingan kaum buruh. Akibatnya kejomplangan yang lebih pro pada sang majikan atau perusahaan semakin mencolok mata.
Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan menjadi bukti yang jelas menunjukan bahwa pemerintah sama sekali tidak memperhatikan nasib kaum buruh. Perlu diakui bahwa Pemerintah pasti perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk mendorong perkembangan dunia usaha di Indonesia. Namun, sudah selayaknya pemerintah juga perlu untuk memperhatikan dan mejamin keadilan bagi  tenaga kerja. UU N0. 13 tahun 2003 pasal 54 “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa buruh/pekerja yang dibuat secara tertulis” menjadi celah yang menguntungkan bagi pelaku pasar di Indonesia, baik itu pengusaha domestic maupun pengusaha asing, untuk mendapatkan tenaga kerja dengan sangat murah. Semakin murah biaya tenaga kerja, maka semakin efisien biaya operasional dan semakin besarlah keuntungan yang diraih. Hal ini sangat jelas telah mengabaikan nilai-nilai luhur dari Pancasila. Sistem kerja tersebut sangatlah tidak berkemanusian yang adil dan beradab terhadap kaum pekerja, dan lebih mirip dengan modern slavery atau perbudakan moderen yang dilakukan pemerintah terhadap kaum pekerja. Kaum pekerja dijual belikan tanpa memikirkan masa depannya.
Kaum buruh adalah bagian dari bangsa Indonesia.Kaum buruh pun juga merupakan anak bangsa yang harusnya hidupnya dilindungi dan dijamin oleh Negara. Nasib mereka sejauh ini sangat tidak beruntung, karena hidup mereka tergantung dari upah yang pas-pasan. Apalagi untuk menghidupi keluarganya, untuk dirinya sendiri saja jauh dari cukup. Tidak mengherankan kalau dari waktu ke waktu terjadi unjuk rasa dikalangan para buruh. Unjuk rasa biasanya dilatar-belakangi oleh masalah hak-hak kaum buruh yang berupa upah, cuti hamil/haid untuk buruh perempuan, tunjangan, masalah hari libur yang diabaikan oleh pihak pengusha. Unjuk rasa yang dilakukan terus menerus ternyata kurang membuahkan perubahan yang baik terhadap nasib kaum buruh.
Dalam Hubungan Industri Pancasila (HIP) dikatakan bahwa buruh dan industri merupakan mitra kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya Negara mempunyai peran besar untuk memediasi antara kepentingan buruh dan industri. Namun hingga saat ini konsep ini sulit diterapkan, karena Negara sendiri mempunyai kepentingan dalam mengelola hubungan industrial. Negara Indonesia hingga saat ini masi berparadigma develeomentalism dengan pertumbuhan ekonomi sebagai basis utama, menekan pertumbuhan industri sehingga mampu menghasilkan tingkat kontributif  yang tinggi dari dunia industry terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini memperjelas bahwa setiap regulasi yang ada sama sekali tidak memihak kaum buruh. Negara harusnya lebih memperhatikan realitas para pekerja karena sudah termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai Dasar Negara. Terutama sila ke lima yakni keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya bahwa manusia Indonesia harusnya menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan social dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam hal ini perlu dikembangkan sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
Upaya untuk memperjuangkan keadilan social terhadap kaum buruh membutuhkan sikap pro aktif dan sinergitas dari semua elemen masyarakat. Baik pemerintah, mahasiswa, buruh dan media sebagai salah satu pilar demokrasi. Kita tidak bisa duduk diam, berpangku tangan dan menyerahkan nasib kepada pemerintah dan pengusaha tetapi dengan perjuangan, pergerakan yang massif dan continue yang akan membuat kaum buruh terlindungi, memperoleh kepastian kerja, upah yang layak, yarat dan kondisi kerja yang baik, hokum atau undang-undang yang pro buruh dan yang terpenting adalah cita-cita besar untuk membuat kesejahteraan dan keadilan dapat menjadi kenyataan. (Semoga)
Pro Ecclesia et Patria !

Monday, April 22, 2013

Belajar Dari Negeri Sakura





"Aku bermimpi bahwa Jepang akan bersatu, menjadi negara yang kuat, mandiri, dan modern. Sekarang kami telah memiliki rel kereta dan meriam, juga pakaian dari barat. Tetapi, kita tidak dapat melupakan siapa kita sebenarnya atau darimana kita berasal"
Kaisar Jepang "The Last Samurai"

Tulisan ini muncul setelah saya menonton film "The Last Samurai" Saya telah menonton film ini sebanyak empat kali dan ini adalah tulisan kedua yang saya buat karena terinspirasi dari film ini. Ya, saya tahu Jepang telah membuat negera kita begitu menderita selama 300 tahun. Namun, yang ingin saya sorot disini adalah semangat, kegigihan dan tentu saja jiwa nasionalisme mereka. Saya tidak tahu pasti bagaimana kehidupan sehari-hari orang Jepang yang sebenarnya. Namun, hal yang saya lihat disini adalah dalam sebuah film yang menceritakan tentang kehidupan mereka, bagaimana kedisiplinan mereka, bagaimana tekad mereka dalam mencapai suatu hal, harga diri mereka yang begitu tinggi, bahkan mereka rela mati hanya demi sebuah harga diri dan tentu saja yang terakhir bagaimana kecintaan mereka terhadap negeri serta kearifan lokal mereka.
Kenapa saya bisa menulis dari film ini? Saya melihat disini, di Indonesia, negeri kita yang tercinta ini telah perlahan-lahan kehilangan jati dirinya. Kita perlahan-lahan mulai terperangkap dan terkurung dalam budaya pop dan budaya-budaya lainnya yang mulai berdatangan dari berbagai tempat dan masuk ke dalam negeri ini.Sebagai contoh bisa dilihat disini bahwa masyarakat Indonesia telah mulai melupakan semangat gotong royong yang ditanamkan oleh nenek moyang kita. Bahkan, kita merubah budaya tersebut menjadi budaya individualisme, dimana kita sesama bangsa Indonesia saling acuh tak acuh satu dan yang lainnya dan hanya sibuk memperkaya diri sendiri. Lebih parahnya lagi dibeberapa kota atau daerah yang masyarakatnya begitu sibuk mereka bahkan tidak mengenal tetangga mereka sendiri. Contoh lain yang lebih sederhana, kita baru saja melewati salah satu hari nasional Indonesia, yaitu hari Kartini. Namun, tak terlihat sama sekali semangat Kartini pada hari yang istimewa itu. Hal yang bisa saya rasakan dulu ketika duduk di bangku taman kanak-kanak, sekolah dasar, atau bahkan di bangku sekolah menengah pertama tidak lagi saya rasakan sejak saya mulai memasuki masa-masa sekolah menengah akhir dan sampai sekarang rasa semangat itu telah menghilang. Kita bangsa Indonesia tidaklah sadar bahwa nilai-nilai kebudayaan kita telah mulai luntur dan menghilang. Beberapa daerah yang dahulu begitu terkenal dengan nilai budaya  kini juga mulai perlahan-lahan menghilang. Mengapa kita tidak bisa mencontoh semangat dan nilai-nilai positif dari bangsa lain? Kita lebih sering melihat dan mencontoh nilai-nilai negatif, salah satunya adalah budaya dunia malam yang telah menjamur di Indonesia saat ini. Kita, terutama anak-anak muda sangat senang dan bangga dengan dunia malam atau yang lebih sering disebut sebagai dunia gemerlap atau dugem. Setelah itu, kita juga yang mulai menyalahi negara barat bahwa dunia gemerlap berasal dari barat dan itu meracuni generasi muda saat ini. Apabila kita ambil sisi positifnya kita akan dapat berkata "ayo kita contoh perfilman budaya barat yang begitu maju" atau "ayo kita contoh semangat orang Jepang yang dahulu telah menjajah kita, apa yang membuat mereka begitu hebat sehingga bisa menjajah kita? Bahkan ada hal yang lebih positif yang bisa kita contoh dari Jepang. "Bagaimana mereka bisa bangkit lagi setelah Hiroshima dan Nagasaki diledakan oleh Amerika Serikat? Bagaimana mereka bisa bangkit setelah mereka dilanda begitu banyak bencana alam, mulai dari gempa bumi, stunami, dan bencana-bencana lainnya?" Bukan malah mencontoh hal-hal yang jelek lalu kita terapkan dan setelah itu, seenaknya kita membersihkan diri kita dengan berkata"ini bukan budaya kita, salahkan mereka yang telah membuat kita berpikir atau bertindak seperti ini"
Semua budaya sangat diperbolehkan masuk ke Indonesia, hanya saja kita perlu tahu dua hal, pertama kita buang semua kebudayaan jelek yang masuk, dan yang kedua kita simpan semua kebudayaan baik dan yang bisa disatukan dengan budaya asli Indonesia. Jangan sampai dengan kemajuan zaman yang begitu luar biasa ini kita malah melupakan siapa diri kita sebernanya, dan dimana kita dilahirkan......



Dart_leonhart
Terinspirasi dari film "The Last Samurai"

Wednesday, April 17, 2013

Where Is The LOVE??

People killin', people dyin'
Children hurt and you hear them cryin'
Can you practice what you preach
And would you turn the other cheek

Father, Father, Father help us
Send some guidance from above
'Cause people got me, got me questionin'
Where is the love

Dimana cinta? Ya saat ini kita masyarakat Indonesia kehilangan sesuatu dalam diri kita. Kita kehilangan cinta kita, cinta kita terhadap sesama, cinta kita terhadap negara, cinta kita tehadap pekerjaan kita dan bahkan kita kehilangan cinta terhadap diri sendiri. Semua terlihat dengan jelas dalam ukiran tembok diskriminasi dan penindasan. Kaum mayoritas menindas kaum minoritas, kaum kapitalis membunuh rakyat kecil bahkan tak jarang para kaum kapitalis saling membunuh satu dan yang lain, dan sampai kasus yang baru-baru ini terjadi dimana ras tertentu mulai dikucilkan dan diberi "label" tertentu. Ya, kemana semua cinta yang ada dalam diri kita? membunuh dengan mengatasnamakan agama, saling menghina satu sama lain. Pada dasarnya manusia diciptakan setara dan sederajat untuk saling mencintai satu sama lain, saling membantu dan menguatkan satu sama lain. Namu, sekarang mari kita lihat realita yang terjadi. Kita sebagai manusia mengucilkan sesama kita, kita menghina sesama kita, bahkan kita sampai tega membunuh sesama kita. Itukah yang disebut cinta?itukah yang disebut bangsa yang berbudi? Dimana semangat nasionalisme kita? Kemana semua simbol-simbol negara kita? Kita memiliki semboyan yang sangat bagus dibawah cakar perkasa sang GARUDA "bhineka tunggal ika" walaupun berbeda-beda, namun tetap satu juah. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang dengan bangsa ini.....kekerasan terjadi dimana-mana bahkan oleh oknum yang katanya mengayomi dan melindungi bangsa Indonesia. Tidak bisa dikatakan hanya oknum-oknum tertentu yang bersalah dalam banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Namun, ini adalah kesalahan kita bersama, kita semua bersalah karena kita telah mulai melupakan semangat nasionalisme yang ada dalam diri kita...ya, semua simbol dan semboyan bangsa Indonesia kini hanya tinggal kenangan...upacara bendera hanya dilaksankan sebagai bentuk simbol bahwa kita telah merdeka bukan dalam rangka agar kita terus mengingat makna dan semangat yang ada di balik upacara sakral tersebut. Lalu, apakah kita sudah benar-benar merdeka? Tidak bagi saya apabila melihat banyak hal yang terjadi saat ini. Terutama kasus yang baru-baru ini begitu heboh diberitakan di telivisi dan surat kabar dimana ada "oknum" tertentu yang bersitegang dengan masyarakat umum. Ironis, ya itu yang dapat kita katakan dimana seharusnya oknum-oknum yang seharusnya melindungi kita sekarang saling serang dan saling menuntut. Namun, saya tidak ingin menyalahkan salah satu pihak. Disini saya melihat semua pihak salah karena disini, dalam kasus ini kita telah melupakan semangat nasional kita, kita telah melupakan semboyan bangsa kita dan yang lebih parah lagi, kita telah mulai melupakan bagaimana sulitnya dulu para pejuang kita membuat Indonesia ini merdeka. Membuat sang saka Merah Putih bisa berkibar dengan gagah di langit biru Indonesia. Namu, kita mengotori itu semua dengan arogansi dan etika buruk kita semua...bisa kita bayangkan apabila kita yang lahir di zaman penjajahan dan semua usaha, jeri payah, cucuran keringat dan darah serta semua hal lain yang dilakukan untuk membuat negara kita tercinta merdeka ini dikotori oleh sifat-sifat arogansi generasi pada saat ini?mari kita refleksikan bersama, jangan saling menggegam tangan, tapi mari kita membuka tangan dan saling bersalaman satu sama lain......
Pro Ecclesia Et Patria!!!


Dart_leonhart
Terinspirasi dari lagu "Black Eyed Peas"

Wednesday, April 3, 2013

Dies Natalis ke-66 PMKRI Yogyakarta

Kepada yang terhormat seluruh anggota PMKRI Yogyakarta "Santo Thomas Aquinas"
di tempat 

Salam Sejahtera, Dalam rangka memperingati 66 tahun berkarya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta "Santo Thomas Aquinas" yang akan diperingati pada tanggal 25 Mei 2013. Dewan Pimpinan Cabang PMKRI Yogyakarta "Santo Thomas Aquinas" periode 2012-2013 bermaksud mengadakan serangkaian kegiatan untuk memperingati momentum bersejarah tersebut. Salah satu kegiatan yang telah disepakati adalah mengadakan reuni akbar lintas generasi PMKRI Yogyakarta "Santo Thomas Aquinas". Adapun kegiatan tersebut akan diselenggarakan bertepatan dengan tanggal didirikannya PMKRI Yogyakarta, tanggal 25 Mei 1947 yang pada tahun ini merayakan hari lahirnya yang ke 66.
Tema yang di usung untuk memperingati momentum 66 tahun berkarya PMKRI Yogyakarta adalah: "Bangkit dan Bergeraklah" dan sub tema "Dari Perhimpunan untuk Gereja dan Tanah Air". Sebuah upaya untuk mendorong semangat kebangkitan nasional menjadi bagian yang menggerakkan masyarakat dalam mendukung Indonesia yang lebih baik. Selain itu tema ini adalah bagian dari langkah revitalisasi peran PMKRI sebagai organisasi intelektual populis.

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, mohon kepada siapa saja yang pernah belajar dan berdinamika bersama di PMKRI Cab. yogyakarta baik alumni maupun anggota biasa untuk ikut berpartisipasi menyukseskan kegiatan ini dan juga kami sangat mengharapkan kesediaan rekan-rekan anggota atau alumni untuk menghubungi kami guna melakukan pembaharuan data anggota/alumni yang telah dibesarkan oleh Perhimpunan tercinta ini. Data ini akan dipakai untuk penyebaran undangan serta penggalangan dukungan. Untuk informasi selengkapnya bisa menghubungi nomor kontak berikut:
Dona 085769689568 (Ketua Panitia), Tata 085743373779 (Humas). dapat pula melalui email pmkri_jogja@yahoo.com. Atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami ucapkan terima kasih. Pro Ecclesia et Patria !!!


Hormat kami,
Mario Wiran (Ketua Presidium)



Sunday, March 24, 2013

SIKAP PMKRI YOGYAKARTA ATAS KASUS CEBONGAN



PERNYATAAN SIKAP
KASUS PENYERANGAN DAN PENEMBAKAN DI LAPAS CEBONGAN

Dewan Pimpinan Cabang
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia
Cabang Yogyakarta “Santo Thomas Aquinas”

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum, dengan kata lain, konstitusi UUD 1945 telah menempatkan hukum dalam posisi yang utama, menentukan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia. Prinsip negara hukum dilihat dari aspek pelaksanaan hukum mengandung arti bahwa segala tindakan pemerintah dan tindakan masyarakat harus selalu sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian di dalam penyelenggaraan pemerintahan, segala tindakan pemerintah harus selalu berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik.
Kasus penyerangan dan penembakan di Lapas Cebongan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan bentuk lemahnya penegakan hukum di Negara Indonesia. Penegakan hukum sedang sakit karena tidak dapat memberikan keadilan kepada masyarakat. Penyerangan dan penembakan yang berujung pada tewasnya empat orang tahanan Lapas Cebongan merupakan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri tanpa mematuhi hukum atau tata perundang-undangan yang berlaku. Hal ini bisa saja menimbulkan masalah bagi masyarakat kecil, dimana kesenjangan keadilan yang

Tuesday, March 12, 2013

HERCULES, ANTARA ANAS & PRABOWO

Hercules dan Gerakan Raya Indonesia Baru (Foto: www.tempo.co)

Pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang didahului oleh permohonan Presiden SBY saat sedang melakukan perjalanan umroh dan kontroversi sprindik, tampak bahwa liputan media yang hingar bingar tengah beralih ke Anas. Duren Sawit bahkan disejajarkan dengan Cikeas karena besarnya arus liputan dari kediaman Anas yang berada di daerah tersebut. Tak kurang tokoh-tokoh besar yang merupakan kolega Anas dari Korps Alumni HMI turut menunjukkan keprihatinan dan dukungan moril bagi Anas dalam menghadapi kasus hukumnya. Pemberitaan yang ada tampaknya mulai mengarah ke halaman berikut versi Anas yang dimulai dengan perlawanannya melalui wawancara eksklusif dengan media.

LAYU SEBELUM BERKEMBANG
Tak berapa lama, perlawanan udara melalui media ini tampak layu sebelum berkembang. Pasalnya kisruh TNI yang merusak Polres OKU di Palembang kadung memikat media yang

Monday, January 14, 2013

Masa Penerimaan Anggota Baru

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Yogyakarta Santo Thomas Aquinas kembali membuka kesempatan bagi anda mahasiswa/i Perguruan Tinggi di DIY untuk bergabung melalui Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) yang akan diselenggarakan pada tanggal 16-17 Februari 2013. Informasi selanjutnya, silahkan kunjungi sekretariat PMKRI Yogya di Pastoran Mahasiswa Katolik Yogyakarta, Jl. Dr. Wahidin No 54 Yogyakarta.


Klik di sini untuk download formulir pendaftaran


Mari mengenal PMKRI Yogyakarta

SEJARAH PMKRI
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada awalnya merupakan hasil fusi Federasi KSV (Katholieke Studenten Vereninging) dan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta. Federasi KSV yang ada saat itu meliputi KSV St. Bellarminus Batavia (berdiri di Jakarta, 10 November 1928), KSV St. Thomas Aquinas Bandung (berdiri 14 Desember 1947), dan KSV St. Lukas Surabay (berdiri 12 Desember 1948). Federasi KSV yang berdiri tahun 1949 tersebut diketuai oleh Gan Keng Soei (KS Gani) dan Ouw Jong Peng Koen (PK Ojong). Adapun PMKRI Yogyakarta yang pertama kali diketuai oleh St. Munadjat Danusaputro, didirikan pada tanggal 25 Mei 1947.
Setelah mendapat saran dan berkat dari Vikaris Apostolik Batavia yang pro Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ. Utusan Vederasi KSV (kecuali Ouw Jong Peng yang batal hadir karena sakit) bertemu dengan moderator pada tanggal 18 Oktober 1950 dan pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta pada saat itu, yaitu P.K Haryasudirja bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Ken Soei mengajak dan membahas keinginan 
“Mengapa kita tidak berhimpun saja dalam satu wadah organisasi nasional mahasiswa Katoli Indonesia ? Toh selain sebagai mahasiswa katolik, kita semua adalah mahasiswa Katolik Indonesia”
Akhirnya kongres gabungan untuk fusi yang digelar pada tanggal 11 Juni 1950 dan berhasil menghasilkan satu keputusan yaitu: Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta berfusi menjadi satu sebagai organisasi nasional mahasiswa katolik bernama: “Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia” yang kemudian disingkat PMKRI.

Visi : Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati
Misi : Berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis dengan dijiwai oleh nilai-nilai kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.

TIGA WILAYAH KEGIATAN PMKRI
  1. Kerohanian-mental
  2. Kemasyarakatan-kenegaraan
  3. Kemahasiswaan
SEMBOYAN
Religio Omnium Scientiarum Anima
(Agama adalam jiwa segala ilmu pengetahun)

SEMBOYAN MISIONER
Pro Ecclesia Et Patria
(Bagi Gereja dan Tanah Air)


NETWORKING
Jaringan Nasional
  1. Kelompok Cipayung terdiri dari PMKRI, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)
  2. FKPI – Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia yang terdiri dari PMKRI, PMII, GMNI, GMKI, IPNU (Ikatan Putra-Putra Nadlatul Ulama), GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia), HIKMABUDHIS dan Pemuda Demokrat
  3.  Ecumecial Network Of Indonesia Students and Youth (ENISY), anggota Ecumencial Asia-Pacifik Students and Youth Network
  4. Koalisi lainnya dengan organisasi manusia dan lembaga swadaya masyarakat
  5. Dan lain-lain
Jaringan Internasional
  1. a. International Movement of Catholic Students (IMCS) Pax Romana
  2. b. Jejaring dengan International Young Christian Students (IYCS), Worl Student Christian Federation (WSCF), World Young Women Christian Assosiation (WYMCA), and The Ecumenical Asia Pacific Youth and Students Network (EASY Net)
  3. Dll
JENIS PEMBINAAN  
A.   Pembinaan Formal
  1.  Pembinaan Formal Berjenjang
§  MPAB (Masa Penerimaan Anggota Baru)
§  MABIM (Masa Bimbingan)
§  LKK (Latihan Kepemimpinan Kader)
  1.  Konferensi Studi Regional (KSR)
  2.  Konferensi Studi Nasional (KSN)
  3.  Pembinaan Informal
  4.  Pembinaan Nonformal
 Pengembalian kapabilitas dan kompetensi yang disesuaikan dengan analisa kebutuhan (need  assessment) cabang yang dapat difasilitasi oleh lembaga bantukan Pengurus Pusat.
 Bentuk Pembinaan Nonformal
            - Pelatihan Analisa Sisial (ANSOS)
            - Seven Habits Training
            - Training For Trainers
            -   Dll
KEGIATAN
    Misa Bareng
    Diskusi Rutin Cabang
    Pelatihan Kader
        Workshop
         Temu Pengurus Komda DIY-Jateng
         Bakti dan Aksi Kemasyarakatan
         Nongkrong Bareng
          DLL

     JOIN US !!!
   Buat kamu-kamu yang tertarik mengembangkan Kristianitas, Intelektualitas dan Fraternitas, bergabunglah bersama kami.

 PERSYARATAB UMUM
      -    Mahasiswa Perguruan Tinggi di Yogyakarta
      -    Warga Negara Indonesia

 KETENTUAN JALUR REGULER
      -    Mengajukan surat permohonan atau mengisi formulir yang dapat diambil disekretariat
      -    Menyerahkan kembali formulir pendaftaran
      -    Menyerahkan 2 lembar pas foto ukuran 4x6 dan satu lembar fotocopy Kartu Tanda Mahasiswa yang masi berlaku
      -    Mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB)

KETENTUAN JALUR KHUSUS
  - Mengajukan surat permohonan atau mengisi formulir yang dapat diambil disekretariat
  - Membuat makalah bertemakan keadilan sosial, kemanusiaan, atau persaudaraan sejati.
  - Makalah minimal 5 halaman, font arial ukuran 11, spasi 1 stengah, kertas A4, dan cover berwarna merah.
  - Menyerahkan makalah beserta formulir pendaftaran
 - Menyerahkan 2 lembar pas foto ukuran 4x6 dan satu lembar fotocopy Kartu Tanda Mahasiswa yang masi  berlaku
 - Mempresentasikan makalah sesuai jadwal yang ditentukan

INFO LANJUT HUBUNGI KAMI
Sekretariat
DPC PMKRI Yogyakarta “Santo Thomas Aquinas”
Jl. Dr. Wahidin no 54, Yogyakarta
email : pmkri_jogja@yahoo.co.id
blogsite: pmkri-yogyakarta.blogspot.com
Contact Person:
               Tata        : 085 743 373 779
                Johanes  : 085 292 335 381
                Wara      : 085747706220

Pro Ecclesia Et Patria !!!