Tuesday, March 12, 2013

HERCULES, ANTARA ANAS & PRABOWO

Hercules dan Gerakan Raya Indonesia Baru (Foto: www.tempo.co)

Pasca ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK yang didahului oleh permohonan Presiden SBY saat sedang melakukan perjalanan umroh dan kontroversi sprindik, tampak bahwa liputan media yang hingar bingar tengah beralih ke Anas. Duren Sawit bahkan disejajarkan dengan Cikeas karena besarnya arus liputan dari kediaman Anas yang berada di daerah tersebut. Tak kurang tokoh-tokoh besar yang merupakan kolega Anas dari Korps Alumni HMI turut menunjukkan keprihatinan dan dukungan moril bagi Anas dalam menghadapi kasus hukumnya. Pemberitaan yang ada tampaknya mulai mengarah ke halaman berikut versi Anas yang dimulai dengan perlawanannya melalui wawancara eksklusif dengan media.

LAYU SEBELUM BERKEMBANG
Tak berapa lama, perlawanan udara melalui media ini tampak layu sebelum berkembang. Pasalnya kisruh TNI yang merusak Polres OKU di Palembang kadung memikat media yang
kemudian nyaris menutup pemberitaan tentang Anas. Media mengalihkan perhatian secara besar-besaran pada kisruh TNI dan Polri karena memang peristiwa ini sungguh luar biasa menghebohkan. Polres OKU benar-benar hancur dilalap api akibat amuk besar para prajurit TNI yang masih merasakan ketidakadilan dalam kasus penembakan kolega mereka.
Tak berselang hitungan hari, sekarang kita disuguhi lagi menu berita yang tak kalah menarik. 

Penangkapan polisi terhadap Hercules dan kawanannya sungguh sebuah tindakan yang menggelitik karena kita tahu bahwa dalam beberapa bulan ini Hercules lebih banyak muncul sebagai bagian dari Gerakan Rakyat Indonesia Baru atau (GRIB). Tentu kita masih ingat bahwa Hercules yang memegang komando GRIB menjadi salah satu ormas yang memberikan dukungan politik pada Partai Gerindra dan bahkan terlibat dalam pemenangan Jokowi-Ahok di Pilkada Jakarta. Sosok dari pria yang dikabarkan memiliki kedekatan khusus dengan Prabowo ini dalam kurun waktu belakangan lebih banyak muncul sebagai tokoh ormas ketimbang sebagai seorang preman besar.

Penangkapan Hercules dan kawanannya pun terkesan didramatisir. Perhatikan media yang melukiskan bagaimana pria yang memang dikenal sebagai seorang preman besar namun juga salah satu orang yang turut andil dalam mendukung integrasi Timor Leste dengan Indonesia saat operasi militer dikembangkan di bekas provinsi termuda RI itu. Kesan dramatisir ini tampak saat polisi membentak hingga menyuruhnya berjalan jongkok. Tentu saja, foto yang menunjukkan bagaimana figur yang sekian lama menakutkan itu tampak lemah dihadapan polisi telah menunjukkan satu kemenangan pada pihak tertentu. Kemenangan dalam rupa keuntungan pemberitaan.

Premanisme tentu saja merupakan sebuah penyakit sosial yang luar biasa berdampak pada masyarakat kita yang memang banyak dikendalikan preman. Mulai dari urusan kelola parkir, anak jalanan hingga beberapa pekerjaan lain yang terselubung. Pada konteks penangkapan Hercules, kita mesti bertanya dulu bahwa ini merupakan murni tindakan pembersihan premanisme. Bukan sebuah tindakan premanisme berkelas lainnya yang menimpa preman kelas teri. Jangan lupa bahwa di negeri ini, premanisme sudah menjadi bagian dari sistem dan preman yang paling berbahaya sesungguhnya adalah mereka yang bersembunyi dibalik jas politisi.

Premanisme kelas teri hingga kelas anak tiri seperti Hercules tentu saja tidak dapat langgeng begitu saja bila aturan hukum dan kebijakan yang ada ditegakkan. Maka kita perlu menaruh kesadaran kritis dan melihat dengan jernih, motiv dibalik penangkapan Hercules. Biarlah kiranya hukum ditegakkan dan premanisme diberantas sampai ke jaringannya. Mulai dari premanisme para aparatur negara yang korup hingga premanisme tingkat tinggi yang mampu merekayasa figur menjadi seorang malaikat atau setan. Tentu saja ini semua harus dimulai dari langkah berani membersihkan aparat hukum dari preman-preman berjubah yang suka bermain mata dengan penguasa atau pengusaha.

QUO VADIS?
Bagi saya, lepas dari persoalan hukum yang harus ditegakkan. Lagi-lagi ini merupakan rangkaian yang tak terpisah dari operasi sama rasa sama rata dari pihak yang beberapa waktu ini tengah terpojokkan di media. Bila melihat pola kisruh politik ini kita dapat melihat mulai dari kejatuhan Demokrat, kemudian penangkapan Presiden PKS, dan beberapa kasus kriminal yang dimunculkan beberapa kali pasca penetapan Anas sebagai tersangka. Berdasarkan pola ini, saya berpikir bahwa Hercules merupakan korban pertarungan politik para preman-preman berdasi. Tak bermaksud mengatakan Hercules bersih dari sangkaan, tetapi lebih dari itu Hercules dipasang diantara Anas dan Prabowo. Menutupi jejak perlawanan Anas yang tengah berupaya membacakan pada kita halaman-halaman berikut dari kasusnya hingga melancarkan serangan senyap pada tokoh yang selama ini diberitakan dekat dengan Hercules yakni Prabowo.

Alam politik negeri ini memang tampaknya sedang mengarahkan kita pada ironi negeri para mafia. Negeri dimana preman merupakan lapisan terbawah dan mafia sebagai lapisan atas berkuasa penuh menempatkan situasi sesuai kepentingan mereka. Kita bisa menduga dengan baik kemana seluruh arus media ini akan berujung. Bagaimana pendapat anda?

No comments: