Ada masa dalam hidup, ketika saya sangat mengagumi Gabriel Batistuta. Ya, ia adalah pemain sepakbola berambut gondrong asal Argentina yang merumput untuk Klub Fiorentina. Sepanjang ingatan saya, klub ini jarang memperoleh ranking yang baik di Serie A Liga Italia.
Terlepas dari prestasi klubnya yang kurang menonjol, bahkan beberapa kali terperosok ke zona degradasi, saya melihat Batistuta sebagai figur yang karismatik. Aksinya ketika meliuk mengecoh pemain belakang lawan, serta tendangan-tendangan kanon-nya sering membuat saya terpana di depan layar TV. Mengenai kekaguman ini, saya tidak sendirian. Di kota Florence, Batistuta dipuja bagai dewa, sehingga kabarnya masyarakat membuat patungnya didirikan megah di pusat kota.
Dalam beberapa hal, saya yakin Anda pun pernah memiliki kekaguman serupa dengan beberapa public figure. Salah seorang rekan saya sangat mengagumi Dian Sastro, ada yang sangat kagum dengan Emha Ainun Najib, bahkan saya pernah melihat ibu-ibu yang rela ikut marah-marah dan membela Roy Marten karena merasa disudutkan dengan pemberitaan miring oleh sebuah acara infotainment.
Pembelaan pelanggan terhadap perusahaan pada hakekatnya berada pada sisi yang berbeda dengan kualitas dari objek yang dibela. Tidak selamanya mereka yang dibela memiliki kualitas yang baik. Saya tahu betul bahwa bobotoh Persib Maung Bandung akan tetap menjadi pembela tim biru ini, walaupun mereka dikalahkan oleh lawannya. Saya rasa adalah menjadi impian setiap pemasar untuk menciptakan pelanggan-pelanggan yang mau membela (advocate customer) dan memiliki kedekatan dengan perusahaan.
Perasaan dekat seperti ini adalah perasaan dimana kita secara emosional terlibat untuk menyenangi atau memilih. Perasaan inilah yang kemudian diberi nama sebagai Loyalitas. Loyalitas sebenarnya diindikasikan dengan adanya perasaan terikat dengan suatu produk atau perusahaan, bukan hanya seberapa sering pembelian terjadi, atau seberapa lama seseorang menjadi pelanggan. Bahkan lebih dari itu, bukan seberapa besar kepuasan seorang pelanggan pada perusahaan kita.
Pada dasarnya, kepuasan pelanggan tidak selamanya berubah menjadi loyalitas. Saya sering menemui rekan-rekan saya terbang untuk berbisnis di berbagai penjuru Indonesia menggunakan maskapai penerbangan yang mereknya sayup-sayup terdengar, bukan karena tidak puas dengan Garuda Indonesia. Namun demikian kiranya jelas bahwa tanpa produk dan layanan prima, yang mendorong kepuasan, akan berat tugas seorang pemasar dalam membangun loyalitas. Kepuasan adalah syarat bagi munculnya Loyalitas.
Untuk mengubah kepuasan pelanggan menjadi Loyalitas diperlukan beberapa langkah yang dapat “mengikat” pelanggan agar selalu setia pada perusahaan. Beberapa perusahaan menawarkan hadiah-hadiah dan undian. Ya, kita dapat mengikat pelanggan dengan memberikan reward berupa keuntungan finansial, suatu bahasa yang dipahami secara luas oleh umat manusia. Berikan penghargaan pada nasabah yang memiliki jumlah simpanan terbanyak, sehingga ada bedanya antara mereka yang setia. Pemberian hadiah, diskon, serta produk bundling yang dimaksudkan untuk memberi penghargaan bagi pelanggan yang telah membeli ini disebut sebagai Ikatan Finansial (financial bonding).
Ikatan kedua adalah dengan menggunakan sisi emosional dari pelanggan. Kita dapat menyentuh nilai-nilai mendasar dari diri manusia untuk memicu loyalitas. The Body Shop telah bertahun-tahun secara konsisten mengusung tema Green Product, produk tetumbuhan yang ramah dengan lingkungan dan menentang percobaan pada hewan. Bagi sebagian orang nilai-nilai ini adalah nilai dasar yang patut dibela, demikian pula perusahaan yang menganutnya.
Sisi emosional dapat disentuh dengan memberikan penghargaan yang sifatnya beyond financial. Bagi para wanita, tidaklah ada momen yang lebih menyentuh daripada beberapa kuntum mawar merah dengan sepucuk kartu ucapan terikat pita emas di ujungnya, di hari ulang tahun. Beberapa perusahaan mencatat hari ulang tahun pelanggan utamanya sebagai aset besar pemicu loyalitas. Perasaan menjadi bagian dari satu komunitas, atau yang oleh Maslow disebut sebagai the needs to love and belonging, seringkali menjadi alasan mengapa pelanggan tidak berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan pesaing, walaupun harga pesaing lebih murah, bahkan jika pelayanan pesaing lebih baik.
Ikatan ketiga yang sering dianggap orang sebagai ikatan paling kuat adalah ikatan struktural (structural bonding), dimana perusahaan membangun sesuatu yang melibatkan investasi untuk menjamin kustomisasi layanan pada pelanggan. Ada sebuah perusahaan kargo yang saya kenal membuka kantor agen pengiriman di sebelah gudang pelanggan utamanya agar dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat. Sebuah bank dapat memberikan ikatan struktural dengan cara membuka ATM di daerah yang dekat dengan pelanggan utama, menginvestasi mesin agar dapat melakukan pembayaran menggunakan kartu, dan investasi lain yang menjaga pelanggan untuk berpaling ke lain hati.
Demikianlah untuk menciptakan komunitas yang loyal, suatu perusahaan hendaknya tidak hanya berfokus pada produk dan layanan yang baik, namun perlu cantik dalam mengemas ikatan finansial, emosional dan struktural. Agar siapa tahu perusahaan muncul di acara infotainment, ada banyak orang yang membela.
Lembaga Manajemen PPM
(Artikel ini pernah dimuat di majalah InfoBCA No:156, Juni 2006)
No comments:
Post a Comment