MEMBANGUN PENDIDIKAN INDONESIA
YANG MENCERDASKAN
Hendri Santoso
Jurusan Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ketua Presidium 2014/2015
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang
dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia
adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional
indonesia. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan
sifat dan kekhusussan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan
sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keturunan, dan pendidikan lainnya, serta
upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat
penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan.
Berangkat dari definisi di atas maka dapat dipahami bahwa secara formal sistem pendidikan Indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan
yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya
sistem pendidikan Indonesia saat ini tengah
berjalan di atas rel kehidupan sekularisme, yaitu suatu pandangan hidup yang
memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara
menyeluruh, temasuk dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Meskipun
pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana
terungkap dalam UU No. 20/2003 tentang sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang
menyebutkan, ”pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan
tanah air.”
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal
utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan
berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya
tertuang dalam pasal 20, pasal 21, pasal 28 c ayat 1, pasal 31, pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi lainnya seperti UU No.2/1989
tentang sisdiknas yang diamandemenkan menjadi UU No.20/2003, UU No.14/2005
tentang guru dan dosen,
PP No No 19/2005 tentang standar nasional pendidikan, serta berbagai rancangan
UU dan PP yang kini tengah dipersiapkan oleh pemerintah.
Yang terbaik untuk pendidikan anak bangsa Indonesia ke depan adalah membangun budaya jujur kepada
peserta didik. Pendidikan
kita
selama ini lebih mementingkan konten kurikulum dan
sibuk dengan euforia prestasi di kancah dunia. Sistem pendidikan yang
komprehensif harus
memiliki pemahaman yang sama mengenai pembentukan lulusan yang memiliki
kepribadian yang jujur. Kejujuran akan tercipta manakala terciptanya kenyamanan
dalam proses pendidikan di sekolah.
Apa yang dilakukan pemerintah terkait
dengan kurikulum 2013, hemat
penulis adalah suatu bentuk
pemborosan kebijakan. Penulis tidak mengatakan
kurikulum 2013 itu jelek, tetapi tindak lanjut
dari pemberlakuan kurikulum oleh pemerintah sangat kontra produktif. Contohnya persoalan buku ajar, pemerintah kurang mempercayai kemampuan guru dalam
melakukan eksplorasi sumber belajar, sehingga malah sibuk menerbitkan buku
materi, modul materi yang sebenarnya itu adalah area kompetensi guru dan
pemerintah tidak perlu terlalu mengintervensi guru untuk menggunakan sistem
pembakuan buku. Lebih parah lagi pemerintah kurang sigap tentang bagaimana buku
itu didistribusikan ke sekolah-sekolah di
Indonesia. Kedua, banyak tindak lanjut berupa diklat-diklat sosialisasi yang
ujungnya justru siswa terlantar tidak mendapat cukup pelayanan pengajaran dari
guru karena para guru sibuk mengikuti diklat dan pelatihan yang notabene pasti banyak biaya
yang dikeluarkan. Pelaksanaan
diklat tersebut hanya
menghabiskan
anggaran
dan pelaksanaan proyek semata ketimbang implementasinya dikemudian hari. Penulis
beranggapan,
sebaik apa pun kurikulumnya, maka garapan yang paling mendasar adalah langkah riil harian guru di dalam kelas.
Apabila dikaji lebih mendalam, muncul
pertanyaan tentang apa dan siapa pangkal persoalan pendidikan di Indonesia. Menurut penulis, yang menjadi pangkal persoalannya adalah
materi (baca: pelajaran) dan pelaku (baca: guru). Banyaknya
pelajaran yang harus digeluti oleh peserta didik menjadikan proses belajar
mengajar tidak efektif, karena persoalan keterbatasan peserta didika dalam
menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan. Yang kedua adalah persoalan guru yang
bermacam-macam jenis yang dominasinya, adalah tidak menarik
dalam memberikan materi di depan siswa-siswinya. Seharusnya guru dibekali
dengan berbagai metode dan gaya mengajar yang
mampu menarik perhatian peserta didik, bukan sekadar menguasai
materi. Untuk
mencapai tahapan ini,
dibutuhkan kreatifitas dan inovasi
dari para guru, sekalipun penulis beranggapan, dibutuhkan waktu yang lama untuk
mampu mencapai level tersebut. Penulis yakin, pemerintah berpikir dan menindaklanjuti
tentang berbagai kekurangan guru dan menutup celah-celah kekurangannya agar
pendidikan di Indonesia semakin
menunjukkan peningkatan kualitas.
No comments:
Post a Comment