Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan. Salah satunya, kepemimpinan dapat berfungsi mengarahkan orang lain. Oleh karena itu kepemimpinan yang baik membuat hidup lebih terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Hal ini tergambar dalam konsep kepemimpinan oleh Heinz Weihrich dalam Maridjo (2001) yang dikenal juga sebagai proses atau seni mempengaruhi orang agar melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan. Dengan demikian pernyataan di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan yang baik, khususnya seorang yang bisa memimpin sangat dibutuhkan. Berbeda dengan pandangan ini, di samping penting adanya kepemimpinan yang baik, akhir-akhir ini malah menunjukkan hal yang bertolak belakang. Dewasa ini banyak dirasakan kebutuhan akan kepemimpinan yang baik namun kurangnya sumber daya dalam kepemimpinan.
Sumber daya yang dibutuhkan menjadi pemimpin menurut saya sudah seharusnya diprioritaskan kepada generasi muda yang merupakan harapan bangsa menjadi calon pemimpin-pemimpin baru masa depan. Namun, banyaknya orang muda saat ini ternyata belum dapat menjamin karena masih sedikit generasi muda yang terlibat dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan maupun organisasi kader sosial kemasyarakatan yang bertujuan melahirkan pemimpin bangsa. Di samping itu, boleh jadi memimpin suatu aktivitas dalam organisasi bukan hal yang mudah dilakukan seseorang, tidak terkecuali oleh mahasiswa.
Misalnya saja dapat dilihat dari keterlibatan orang muda maupun mahasiswa mengikuti organisasi, banyak yang belum terlibat. Mulai dari organisasi intra kampus BEM yang sudah mulai ditinggalkan (Kompas, 2011). Padahal BEM merupakan salah satu organisasi perjuangan mahasiswa untuk memetakan persoalan-persoalan politik kemahasiswaan. Di samping itu, organisasi kemahasiswaan seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pun mengalami penurunan kader. Sebelumnya, pada tahun 1970an-2000an masih mendapatkan kader berjumlah ratusan, namun 7 tahun terakhir hanya mampu mendapatkan 30 orang per tahun (buku MPAB PMKRI) dan juga jarang yang sampai bertahan, dalam proses di organisasi hilang satu per satu.
Sementara itu, dalam organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), dan PMII (Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia) yang terlibat dalam forum organisasi mahasiswa Cipayung juga mengalami hal yang sama. Organisasi ini pun banyak mengeluhkan mengenai kesulitan dalam mencari kader-kader baru yang tertarik mengikuti organisasi kader atau lebih dikenal sebagai ormas (organisasi kemasyarakatan). Organisasi kepemudaan seperti Pemuda Katolik pun mengalami hal yang sama. Menurut ketua Pemuda Katolik saat ini (periode 2009-2012) untuk wilayah Yogyakarta setelah vakum selama 15 tahun, pada tahun 2009, ketika dihidupkan kembali hanya 30 orang yang menjadi anggotanya. Itu pun tidak semua yang aktif.
Dari sisi lain hasil jajak pendapat pada pemuda usia 16 – 30 tahun, 27-28 Oktober 2010 ( Kompas, 2010) menyebutkan bahwa sebagian besar responden mengaku tidak pernah menjadi pemimpin di dalam berbagai kegiatan, saat menempuh pendidikan rendah hingga pendidikan tinggi. Padahal, menjadi pemimpin dalam kegiatan di sekolah, seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Senat Mahasiswa di perguruan tinggi, organisasi kepemudaan, atau organisasi profesi, mampu menempa dan membentuk karakter sebagai pemimpin.
Dalam hal ini, yang tidak dapat dilepaskan dari kepemimpinan adalah sebuah proses yang dikatakan kaderisasi. Melalui kaderisasi inilah nanti akan dicetak aset-aset pemimpin atau yang disebut dengan kader. Pengertian kader ini sangat familier dalam organisasi politik kemasyarakatan. Sering kali kita mendengar bahwa ini merupakan organisasi kader, yang berarti organisasi ini sedang mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin bangsa. Pemimpin dapat tumbuh dan berkembang karena dimatangkan oleh proses pembinaan dan pengalaman bersama lingkungan.
Sistem pengkaderan di dalam suatu organisasi sangat bergantung dari besar kecilnya organisasi, lingkup atau bidang kegiatan yang menjadi visi dan misi, sistem nilai yang dianut, serta eksistensi organisasi, apakah sementara atau jangka panjang (Parwadi, 2006). Saat ini tidak semua organisasi memiliki karakteristik pembinaan ini. Proses kaderisasi mengibaratkan bahwa adanya pembinaan yang berjenjang, berkelanjutan dan tidak terputus-putus atau konsisten. Sehingga kemudian dapat juga melahirkan pemimpin yang memiliki integritas, konsistensi, dan komitmen yang tangguh. Inilah yang kemudian menjadi tantangan dalam organisasi dalam mempersiapkan pemimpin yang tepat.
Dalam Listianto (2001) diungkapkan juga bahwa salah satu ancaman kemanusiaan yang luar biasa adalah krisis kepemimpinan. Oleh sebab itu kita harus bertanya dan mengusahakan bagaimana menciptakan banyak pemimpin dalam organisasi. Organisasi kemahasiswaan dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan karakter dan kompetensi diri. Kompetensi diri tersebut meliputi profesionalitas, kerja sama tim, sportivitas, kebersamaan, kedewasaan, toleransi, sikap kepemimpinan, kejujuran dan sikap kejuangan. (Depdiknas, 2003).
Di samping organisasi intra kampus, organisasi ekstra kampus pun tidak kalah berperan dalam melahirkan mahasiswa yang memiliki karakter kepemimpinan. Cosmas Batubara dalam bukunya (2008) Peran mahasiswa yang tergabung di dalam wadah ekstrakurikuler berupa ormas masih akan tetap diperlukan keterlibatannya di dalam pembangunan nasional di masa depan, sudah tidak perlu diragukan lagi. Hal inilah yang diharapkan nantinya menimbulkan keinginan dan kesiapan kepemimpinan yang dapat memajukan bangsa dan negara.
Di samping itu, seperti yang telah disampaikan di awal, saya ingin lebih menekankan pada krisis karakter kepemimpinan serta motivasi menjadi pemimpin pada orang muda, khususnya mahasiswa. Dapat kita lihat bahwa organisasi sangat banyak manfaatnya dalam pengembangan diri. Hal ini karena dengan berorganisasi setiap anggota akan mendapat pengalaman dan proses belajar dari setiap tugas dan tanggung jawab dalam organisasi yang diberikan. Tentunya hal ini tidak terlepas juga dari keaktifan mahasiswa. Kesadaran berorganisasi inilah yang harus dimiliki.
Hal lain yang juga ingin saya tekankan di sini adalah pengaruh ormas-ormas mahasiswa dalam membentuk karakter kepemimpinan ini sendiri. Dinamika ormas mahasiswa yang menitikberatkan pada proses kaderisasi atau pembinaan berkelanjutannya. Dengan diskusi isu-isu ekonomi, budaya, agama, politik dan sosial kemasyarakatan baik dalam lingkup local maupun nasional dan social oriented terasa membantu anggota dapat mengenal lebih jauh dirinya, hal-hal yang terjadi dalam masyarakat disekitarnya, kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi hidupnya, dan terlebih lagi mengenai makna diri sebagai warga Negara Indonesia. Dari sini kita dapat belajar bagaimana bertindak cepat menyikapi hal ataupun kebijakan tertentu dan memimpin sekelompok orang. Hal inilah yang saya rasakan juga dalam berproses dalam ormas mahasiswa ynag saya ikuti, yaitu PMKRI.
Di samping itu, mengenai peran ormas-ormas ini saya kira sudah tidak perlu diragukan lagi, terbukti bahwa banyaknya tokoh-tokoh pemimpin Negeri yang dilahirkan, seperti Cosmas Batubara dan Katorius Sinaga (PMKRI), Akbar Tanjung dan Anas Urbaningrum (HMI), Sabam Sirait (GMKI), Muhaimin iskandar (PMII), dan Megawati Soekarno Putri (GMNI). Banyak pengalaman dan nilai yang telah didapat dari tokoh ini, salah satunya Cosmas Batubara dalam bukunya (2007) membagikan pengalamannya dalam PMKRI mendapatkan nilai-nilai kedisiplinan dan keberanian.
Begitupun demikian dengan saya, hal yang saya dapatkan dari berorganisasi terlebih dengan terlibatnya saya dalam ormas mahasiswa PMKRI ini adalah kejujuran, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, kepercayaan diri karena berproses untuk mengemukakan pendapat dalam forum, pengelolaan organisasi, kemampuan mempengaruhi dan mengelola emosi. Tentu hal ini tidak sekedar langsung didapatkan tetapi lagi-lagi dari proses dan tantangan-tantangan yang membuahkan kematangan.
Pada akhir opini saya ini, ada dua hal yang ingin saya sampaikan, pertama bahwa karakter kepemimpinan yang baik, adalah seorang yang memiliki intelektual yang baik, rasa tanggung jawab, kejujuran, spiritualitas yang baik, berani mengambil resiko dan setia pada proses. Kedua, bahwa mengikuti organisasi adalah proses yang baik membina karakter kepemimpinan khususnya organisasi mahasiswa berupa ormas karena disitu terdapat pembelajaran mengenai banyak hal dari berbagai sudut pandang keilmuan yang dapat membantu memahami sisi kehidupan baik bagi diri sendiri di masa depan dan masyarakat yang hidup dalam satu kelompok, yaitu Negara sehingga dengan memahami ini dapat menjadi pemimpin Negeri bagi semua. Pro Ecclesia Et Patria!
Whose the next leader, You??
Lusiana Bintang Siregar
Ketua Presidium PMKRI Cabang Yogyakarta 2010-2011
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, Cosmas. 2007. Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta: Kompas
----------------------. 2008. Panjangnya Jalan Politik. Jakarta : Jala Permata
Listianto, Gabriel Anto. 2001. Leaders And Followers In The Future. Jurnal Antisipasi, Vol. 5. No. 1. Hal : 81-102
Maridjo, Herry. 2001. Gaya Dan Kepemimpinan Yang Efektif. Jurnal Anima, Vol. 5. No. 1. Hal: 103-123
Parwadi, Redatin. 2006. Kaderisasi Organisasi Dalam Perubahan. Jurnal Wawasan, Vol. 12. No. 1. Dipungut 28 April 2011
Optimisme Kepemimpinan Muda. 2010. Dipungut 26 Mei 2011
No comments:
Post a Comment