Tahun 2009 merupakan masa yang diberi khusus oleh Keuskupan Agung Semarang bagi Kaum Muda. Tahun Kaum Muda, demikian kira-kira kita menyebutnya. Sebuah bentuk perhatian, keprihatinan, dan harapan bagi gereja muda yang kelak akan menjadi wajah gereja dan Kristus yang hadir ditengah dunia.
Kaum muda Katolik tidak statis dan terpusat pada satu ruang dan waktu. Kaum muda tersebar di ranah pendidikan, budaya, social, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Setiap saat melahirkan generasi baru yang selayaknya siap menopang aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mahasiswa katolik adalah satu bagian penting yang tak boleh dilupakan dalam konteks kaum muda katolik. Dalam sejarahnya, mahasiswa katolik telah menyumbangkan perannya secara signifikan dalam sejarah panjang bangsa ini. Melalui PMKRI yang lahir di tahun 1947 di Yogyakarta, telah banyak kader mahasiswa katolik menjadi ujung tombak perubahan tatanan masyarakat kita. Semua itu adalah catatan sejarah kendati sumbangan yang besar itu kian hari kian redup oleh karena tergerusnya minat dan panggilan untuk berpartisipasi dalam upaya perubahan bangsa ini menuju kondisi yang lebih baik ; adil, berprikemanusiaan, dan sejahtera.
Generasi KKN
Mahasiswa adalah agen perubahan. Demikian kata aktivis dan banyak kalangan untuk menunjukkan sisi positif panggilan dan perjuangan mahasiswa dalam pelbagai persoalan bangsa ini.
Benarkah demikian?
Dalam catatan sejarah perjuangan gerakan kemahasiswaan demikianlah memang adanya. Tidak sedikit mahasiswa yang mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan nyawanya untuk bisa mendorong terjadinya perubahan. Perubahan atas pemerintahan yang otoriter, sistem yang bobrok, sikap represif dan pelbagai bentuk ketidakadilan lainnya yang berlangsung dalam banyak aspek kehidupan kita.
Namun bila kita melihat realita sosial sekitar kita, di dalam lingkungan kita sendiri sebagai mahasiswa, jauh lebih banyak mahasiswa dalam ketidaksadarannya justeru menjadi agen perubahan yang membuat masyarakat dan bangsa kita terperosok. Secara tidak langsung, mahasiswa dalam rantai panjang persoalan bangsa ini justeru meneruskan budaya dan pola pikir “titipan” yang pada akhirnya mendestruksi tatanan keadilan yang telah dengan susah payah diperjuangkan oleh sebagian rekan mereka.
Mahasiswa pula yang menjadi agen yang merubah tatanan masyarakat, norma dan moral budaya secara terbalik akibat derasnya arus informasi yang tidak mampu dipilah lewat pelbagai media yang kian marak. Mahasiswa menjadi korban budaya pop barat yang sebenarnya tidak siap untuk diserap, diserang lewat pelbagai media dalam ruang dan waktu yang berbeda. Seolah tanpa itu semua, mahasiswa menjadi pribadi yang tidak bebas dan menemukan jatri dirnya. Tidak merasa Gue Banget tanpa menggunakan busana model terbaru dan merek ternama, makan di resto-resto Amerika, clubbing, dan aktivitas lain yang selaras dengan gaya hidup kaum muda pop di barat.
Mahasiswa model ini adalah kita yang lebih pantas disebut sebagai Generasi Mahasiswa KKN. Generasi yang taunya hanya Kuliah, Kos, dan Nongkrong. Seluruh aktivitas dan ruangnya tidak pernah jauh dari tiga hal tersebut. Kuliah diapandang sebagai satu syarat menjadi manusia ber-gelar, Kos sebagai ruang aktualisasi sikap individualisme diri, dan Nongkrong menjadi satu ritual baru dimana sikap hedon diwujudkan dengan kesenangan.
Mahasiswa generasi KKN adalah perwujudan oposisi kuat terhadap gerakan mahasiswa itu sendiri. Secara kasat mata, mahasiswa justeru berperang melawan dirinya sendiri. Hal inilah yang menggerogoti tubuh besar gerakan kemahasiswaan. Melemahkan dan meracuni strukur perjuangan kaum intelektual kampus. Mahasiswa kemudian harus bertarung pada medan kampus dengan wacana mereka sendiri. Bertarung untuk membuktikan sikap mana yang lebih penting dan utama. Pada titik ini mahasiswa kehilangan fokus peran dan tanggungjawabnya sebagai elemen penting bangsa ini.
Satu Hulu Beda Muara
Bila gerakan mahasiswa yang kian lemah itu masih memiliki bentuk dan terstruktur pada titik yang sama, maka sebaliknya mahasiswa generasi KKN secara sporadis tersebar disetiap ruang. Menjadi yang dominan pada setiap ruang. Kendati tanpa komando, toh mahasiswa generasi KKN adalah mahasiswa yang oleh ketidaksadarannya berpengaruh besar dalam memperlemah posisi rekannya di gerakan kemahasiswaan. Dan hal ini jelas menguntungkan penguasa dan pengusaha yang sepanjang sejarah kerap menjadi sasaran kritik intelektual kampus dan gerakan kemahasiswaan.
Memang tidak terlalu tepat membagi karakteristik mahasiswa hanya pada mereka yang suka memperjuangkan visi kebangsaannya lewat gerakan mahasiswa dan mereka yang bersikap apatis dan memilih menjalani hidup tanpa kepedulian besar akan dinamika sosial kemasyarakatan. Kendati demikian ini adalah pembacaan yang dalam hemat penulis berlangsung dalam kurun waktu terakhir ini.
Memang kedua karakter itu berada dalam tubuh yang sama. Mahasiswa memang adalah manusia kampus yang hidup dalam ruang yang sama namun bergerak menuju suatu ruang yang berbeda. Bila arah gerakan kemahasiswaan diliaht dari sikap memperjuangkan dan menyatakan visinya di setiap aktivitas gerakan, maka berbeda dengan mahasiswa generasi KKN. Tidak ada yang mempu memahami dan memprediksi secara utuh visi dan mimpi mereka. Tidak ada yang mampu memahami secara utuh hendak kemana generasi ini. Mahasiswa pada akhirnya berada pada keadaan satu hulu beda muara.
Membangun Ruang bagi Kesadaran
Tidaklah bijak saat melakukan klaim sepihak atas sebuah masalah yang dihadapi bersama. Gerakan mahasiswa menuding pilihan lain diluar mereka sebagai sebuah posisi yang tidak cerdas, sementara sebaliknya generasi mahasiswa KKN memandang pilihan di gerakan adalah kesia-siaan.
Situasi ini justeru yang melemahkan tidak hanya gerakan mahasiswa maupun generasi mahasiswa KKN ini tetapi juga proses perubahan yang selalu diimpikan seluruh elemen bangsa ini. Sama sekali tidak produktif terhadap laju gerakan kemahasiswaan yang memimpikan sebuah bangsa yang adil dan sejahtera.
Adalah lebih baik dan hemat energi ketika setiap elemen gerakan mahasiswa membangun ruang yang lebih besar dan mampu membawa mahasiswa generasi KKN untuk sampai pada kesadaran mereka atas panggilan dan peran di dalam masyarakat. Membangun ruang yang edukatif dan dialogis untuk menunjukkan dampak ketidakpedulian kita terhadap situasi genting bangsa ini yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan soal-soal baru. Sinergi antar gerakan, komunitas, maupun pers mahasiswa adalah satu dari sekian banyak pilihan dari amunisi terakhir peperangan melawan kapitalisme global yang diproteksi oleh regulasi yang tidak memihak rakyat. Regulasi yang dipermainkan demi keuntungan oleh pemerintahan yang antipati terhadap kebutuhan rakyat dan bangsa ini.
Demikian halnya mahasiswa generasi Kuliah, Kos, dan Nongkrong untuk mulai menyadari banyak hal dalam dirinya yang mampu mengubah hidup banyak orang. Bahwa setiap mahasiswa adalah intelektual kampus yang memiliki keunikan sendiri untuk disumbangkan dalam perjuangan melawan pembodohan yang terjadi justeru di lingkungan pendidikan kita.
Dengan demikian secara khusus mahasiswa katolik yang hidup disetiap kampus dapat menghidupi semangat yang disuarakan oleh Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2005 dalam rangka membangun habitus baru. Rada mirip dengan seruan Yesus dalam kisah dimana Sang Guru membangkitkan anak muda di Nain (Luk.7:11-17). Maka kaum muda katolik, khususnya mahasiswa katolik, mari bersama menyadari keberadaan dan peran diri terhadap gereja dan bangsa. Bangkit dan bergeraklah.
Semoga pada akhirnya mahasiswa katolik Indonesia bersatu tidak hanya menjadi laskar pelangi, tepai juga menjadi laskar pembaharu!!
Wisma Driyarkara Semarang 14 November 2008
Wassalam!
Thomas sembirinK
Anggota PMKRI Cabang Yogyakarta St. Thomas Aquinas
Email n FS : sembirink86@yahoo.co.id
Facebook : sembirink@lycos.com
Weblog : http://sembirink.wordpress.com