Pasca peristiwa kekerasan yang terjadi dalam waktu relatif berdekatan dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Kelompok Cipayung Yogyakarta menggelar dialog dan Konferensi Pers di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Yogyakarta (16/02). Kelompok Cipayung yang terdiri dari PMKRI, HMI, GMKI, GMNI, dan PMII memandang perlu masyarakat sipil di Yogyakarta untuk secara kolektif melakukan antisipasi meluasnya peristiwa kekerasan hingga masuk ke wilayah kota Yogyakarta.
Konferensi Pers berlangsung baik dalam semangat dialog bersama beberapa anggota DPRD yang menerima puluhan anggota dari kelompok Cipayung. Dalam pernyataannya masing-masing pimpinan organ yang tergabung dalam Kelompok Cipayung menyatakan kegelisahan atas situasi kebangsaan yang semakin terkoyak dengan peristiwa kekerasan di berbagai kota di pulau Jawa. Elias dari unsur pimpinan GMKI Yogyakarta mengungkapkan pola kekerasan yang berlangsung di beberapa daerah bukan tidak mungkin terjadi di Yogyakarta mengingat saat ini masih muncul polemik di dalam masyarakat terkait keistimewaan Yogyakarta. “Seluruh elemen masyarakat Yogyakarta harus melakukan antisipasi terhadap konflik yang bukan tidak mungkin dapat meluas hingga ke Yogyakarta” Ujarnya.
Beberapa pokok pandangan Kelompok Cipayung yang dirumuskan berdasarkan refleksi serta proyeksi keindonesiaan disampaikan dalam kesempatan tersebut. Beberapa hal pokok yang dipandang Cipayung patut diketahui pemerintah dan masyarakat serta dapat dijalankan secara kolektif antara lain peninjauan kembali terhadap produk hukum yang dinilai sebagai materialisasi dari relasi kapitalistik serta pelaksana hukum. Kedua, penuntasan kasus Ahmadiyah dan Temanggung serta kasus-kasus lain yang sampai saat ini belum pernah dituntaskan pemerintah. Kasus tersebut antara lain mafia perpajakan, Bank Century, pembunuhan wartawan Udin, dan kasus-kasus lainnya. Ketiga, menuntut pemerintah untuk menindak tegas pelaku kekerasan yang meresahkan masyarakat. Keempat, menghimbau masyarakat untuk waspada terhadap upaya memanfaatkan polemik keistimewaan Yogyakarta sebagai upaya melahirkan konflik di Yogyakarta. Kelima, mengajak media untuk lebih bersikap proporsional dalam menyajikan berita terhadap publik. Keenam, mengajak segenap komponen masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan kerukunan dalam kehidupan beragama serta menghindari provokasi dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Lebih lanjut, Lusiana Bintang Siregar selaku Ketua Presidium PMKRI Yogyakarta didampingi oleh Sekretaris Jenderal, Mario Wiran, menyatakan bahwa PMKRI secara organisasi mengecam tindak kekerasan yang terjadi di berbagai daerah dan menuntut pihak pemerintah dan aparat untuk mengusut serta menuntaskan kasus tersebut. Bintang Siregar menyatakan masyarakat sudah terlalu jenuh dengan banyaknya kasus yang tidak jelas penyelesaiannya hingga saat ini. PMKRI mengingatkan pemerintah agar tidak sampai membiarkan kasus kekerasan sebagai upaya oknum tertentu, dalam menutupi kasus-kasus lain yang telah menyita perhatian publik. “Pemerintah harus bertanggungjawab dan memastikan kasus serupa tidak terulang lagi di berbagai daerah. Masyarakat sudah cukup menjadi korban. Untuk itu konstitusi harus dijalankan secara total terutama dalam perlindungan Negara terhadap warganya” tambah Mario Wiran.
Beberapa anggota dewan yang hadir dalam kesempatan tersebut berjanji akan menerima aspirasi kelompok Cipayung dan mengupayakan langkah kordinasi dengan pihak pemerintah berikut aparat kepolisian demi mengantisipasi kekhawatiran Kelompok Cipayung atas konflik yang kemungkinan dapat meluas ke wilayah Yogyakarta. Selain itu para anggota dewan tersebut juga mengapresiasi inisiatif serta langkah-langkah intelektual dari kelompok Cipayung yang peduli terhadap persoalan masyarakat, bangsa dan Negara.
(T.S)